Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. 
Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang 
Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan 
mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang 
terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku 
disana mengurus semua perijinan sendirian saja.
Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, 
namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran 
kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku 
mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut. Setiap sore 
sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi 
ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut.
Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena 
jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab 
dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel.
 Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh 
karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran 
selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum 
saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.
Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang
 diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai 
mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh
 perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis 
panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun 
orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa 
karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat 
mengurangi sperma yang sudah penuh.
Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak 
sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti 
pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 
minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya
 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba 
harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, 
ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.
Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan 
waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak 
dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut.
Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan 
perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis 
Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan 
permainannya.
Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. 
Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal 
dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih
 mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke 
arahku.
” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.
Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.
“Anis, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.
“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Anis. Anis berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.
Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi 
suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara 
penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke
 tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang 
makan disana.
“Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku.
Aku berjalan dan duduk didekat Anis. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.
“Anis,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak 
bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan 
di kampung.
Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan 
wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil 
gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.
“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.
“Panggil saja namaku, A…N…I…S, Anis,” katanya.
kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anis berasal dari 
Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di 
Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya 
mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk
 badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping 
membusung padat.
Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC,
 dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke 
dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. 
Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke 
ranjang sambil nonton TV. Anis masuk ke kamar mandi dan sebentar 
kemudian sudah keluar lagi.
Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anis seorang janda gantung, suaminya 
yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun 
meninggalkannya namun Anis tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka 
usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini 
dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah
 tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja
 di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja 
kebutuhan cafe.
Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal 
namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai 
meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. 
Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau
 apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab.
Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku.
 Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga
 membalas ciumanku.
“Ayolah Anis, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama 
ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” 
kataku mulai merayunya.
Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.
“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.
“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, 
namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.
Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini 
mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas 
dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas 
ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih 
terbungkus celana.
Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai 
membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke 
balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. 
Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam 
keadaan polos.
Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang 
pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah
 menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok 
kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju 
mundur. Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. 
Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing 
bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan 
pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.
Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan 
kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa
 kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut
 kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat 
sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia 
membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.
Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. 
Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa 
sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, 
kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara 
tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke 
dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia 
memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. 
Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia 
merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar 
begitu saja ke lantai.
Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki 
masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia 
menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan 
duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku. Tangannya menarik
 kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian.
Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang 
vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan 
kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk 
mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku 
dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan 
tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya 
kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.
Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka 
bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya
 yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung 
putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita 
lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”.
Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya. 
Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya 
sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh 
lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan 
penetrasi kurasakan sulit sekali. Penisku sudah mulai mengendor lagi 
karena sudah beberapa kali belum juga menembus vaginanya. Aku ingat ada 
kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi 
malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih 
mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Anis 
kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk 
memakai kondom.
Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya 
selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.
“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.
Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. 
Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah
 punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali 
lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis 
suaminya bisa menembus vaginanya.
Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini.
 Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong 
vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka 
dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di 
atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan 
kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.
Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik 
turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan 
ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya 
penisku tidak mengecil.
Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan 
keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan 
bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi 
naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini,
 dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah.
 Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan 
tidak berfokus pada permainan ini.
15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin 
mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan
 telingaku.
“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya 
suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, 
sebentar lagi.. Aku..”.
Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. 
Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun
 mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak 
naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah 
akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.
Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat 
acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal
 di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang 
seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang 
mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. 
Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera 
berlabuh di dermaga kenikmatan.
Semenit kemudian..
“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik.
Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan 
aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika 
pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.
“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”
Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya 
terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.
“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.
Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling 
mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit 
lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling 
berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami 
masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih 
terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya 
penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. 
Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis 
berguling ke samping setelah menarik napas panjang.
“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, 
memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami 
sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.
“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian 
besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain 
denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.
Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh 
menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main 
genjot saja, teknik bro!
“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”
“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.
Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan 
setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat 
laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus 
tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya 
hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian 
dalam.
Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku 
sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari
 mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di
 kepalaku.
“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.
“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya.
 Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti 
sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang 
saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya 
enteng.
Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak 
berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal 
suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa 
urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia 
menjadi teman tidurku.
Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. 
hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. 
Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah 
mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik 
bajunya dan kuremas dadanya.
“Hmmhh..,” ia bergumam.
“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.
Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan 
iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan 
kamarku.
“I want more, honey!” kataku.
kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat 
pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang 
menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku
 dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.
Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya 
celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi 
dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai 
dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang
 dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.
Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan 
kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong
 es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku 
berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan 
jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke 
dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. 
Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.
“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.
Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya
 sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat 
terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur 
dengan lendir vaginanya.
“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es 
batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.
Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap 
menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia 
sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung 
bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.
Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan
 stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku 
yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang 
dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika 
bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.
Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan 
kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia 
merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan 
penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam
 waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan 
kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan 
kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.
Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku 
melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya
 lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. 
Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya 
sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan 
pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua 
payudaranya.
Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain 
disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah
 gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan 
menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan 
payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. 
Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah 
setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan 
ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari 
sasarannya.
Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.
“Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”
Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah
 basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk 
membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba 
memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk 
menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan
 dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.
Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang 
sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka 
beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya.
Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan 
pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih 
licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Anis masih bergerak pelan, 
bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan 
berikutnya.
Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk 
menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia
 yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat 
bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan 
penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.
Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong 
tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan 
tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera 
menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan 
menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di 
atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara 
kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.
Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah
 sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik 
pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang 
disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami 
yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar 
mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan 
genjotanku dan kucabut penisku.
Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya
 dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit 
bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah
 sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang 
dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup 
bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. 
Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku 
menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini 
lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.
kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya 
dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.
“Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak.
Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan 
pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti 
disedot sebuah pusaran. Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut 
dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku 
mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang 
mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan 
suatu sensasi tersendiri.
Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit 
dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua 
kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa 
nikmat sekali. Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup 
putingku.
Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. 
Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya 
dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. 
Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat 
berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga 
penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.
kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit
 dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi
 duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan 
pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan 
dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah 
benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan
 pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke 
penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat 
disekujur tubuhku.
“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang 
bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak 
kenikmatan.
“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.
Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir 
ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan 
hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka
 sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.
“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.
Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan 
napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya
 maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya 
memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat 
gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya 
direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.
Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. 
Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja
 yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan 
penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya 
ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang 
mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati.
Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, 
matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. 
Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali.
Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga 
selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki 
kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat 
lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian 
kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku 
menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan 
matanya seperti mau menangis. Kukembalikan kakinya pada posisi semula.
Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.
kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan 
kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak 
naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah 
tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang 
terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan 
semakin lama semakin cepat.
Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat 
lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami 
bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. 
Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.
Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya
 kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini 
saatnya..”.
Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding 
vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan 
pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman 
ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.
Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. 
Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang 
kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan 
denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.
Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami 
bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan 
teriakan keras dan panjang.
“Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!”
“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”
Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di 
dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya 
mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan 
tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di 
atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan 
gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot 
PC-ku kugerakkan.
Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan 
sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami 
masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak 
ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal 
yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur.
Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di
 kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan 
ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami 
lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak 
pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak 
bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.
Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan 
sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi 
kenikmatan menjadi acara kami berdua.
Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat 
seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out 
dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security 
temanku. Ia tersenyum.
“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.
“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan 
Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara.
Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil 
kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum 
melihat tingkah kami.
Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Anis tidak 
berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, 
penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anis berada. 
Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, 
orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih 
di bawah Anis.

No comments:
Post a Comment