Setelah lama berpetualang dengan Hendra, aku perlu juga variasi bermain 
sex yang lain, dengan ragu-ragu akhirnya kuusulkan ke Hendra untuk 
memanggil gigolo supaya permainan bertambah menarik. Dengan berat hati 
Hendra menyetujui dengan syarat aku yang mencari dan dia yang memutuskan
 atau memilih orangnya.
Setelah mencari informasi dari sana sini, akhirnya kudapatkan nomor 
telepon jaringan gigolo, aku tidak mau lewat milist yang banyak 
menawarkan diri, karena dari pengalaman mereka hanya besar nyali dan 
nafsu saja, tapi tidak dengan stamina dan variasi permainan. Sesuai 
dengan kesepakatan dengan seorang GM, akhirnya dia akan mengirim 3 orang
 untuk kami pilih di tempat kami menginap, uang bukanlah masalah bagi 
kami.
Pada hari yang sudah ditetapkan, kami check in di Hotel Sahid. Tidak 
lama kemudian datanglah sang GM dengan membawa 3 anak muda ganteng dan 
macho, mungkin dibawah 25 tahun. Ketiganya memang kelihatan begitu 
atletis dan tampan, tapi satu sudah out karena terlalu pendek, sedangkan
 dua lainnya mampunyai tinggi paling tidak sama denganku, yang menjadi 
masalah bagiku adalah memilih di antaranya.
Terus terang agak nervous juga aku, karena belum pernah aku membayar 
untuk urusan sex. Setelah berpikir sejenak akhirnya aku menyuruh mereka 
bertiga untuk telanjang di hadapan kami, sesaat mereka ragu, tapi 
akhirnya mau juga setelah kupancing dengan membuka baju atasku hingga 
terlihat bra merahku. Dari pandangan matanya aku tahu bahwa mereka 
tertarik denganku, bahkan tanpa dibayar pun aku yakin mereka mau 
melakukannya. Kupikir hanya orang gila saja yang tidak tertarik dengan 
postur tubuhku yang putih seperti Cina, tinggi semampai, sexy, dan wajah
 cantik, paling tidak itulah yang sering dikatakan laki-laki.
"Oke, yang tidak terpilih, kalian boleh memegang buah dadaku ini sebelum
 pergi asal mau telanjang di depanku sekarang." kataku menggoda, dengan 
demikian aku dapat melihat kejantanan mereka saat tegang, itulah yang 
menjadi pertimbanganku.
Serempak mereka melepas pakaiannya secara bersamaan, telanjang di 
depanku. Hasilnya cukup mengejutkanku, ternyata disamping memiliki tubuh
 yang atletis, ternyata mereka mempunyai alat kejantanan yang 
mengagumkan, aku dibuat takjub karenanya. Rata-rata panjang kejantanan 
mereka hampir sama, tapi besar diameter dan bentuk kejantanan itu yang 
berbeda, kalau tidak 'malu' dengan Hendra mungkin kupilih keduanya 
langsung.
Pandanganku tertuju pada yang di ujung, alat kejantanannya yang besar, 
aku membayangkan mungkin mulutku tidak akan cukup untuk mengulumnya, 
hingga akhirnya kuputuskan untuk memilih dia. Namanya Rio, mahasiswa 
semester akhir di perguruan tinggi swasta di Jakarta.
"Rio tinggal di sini, lainnya mungkin lain kali." kataku mengakhiri masa pemilihan.
Setelah pilihan diambil, maka dua lainnya segera berpakaian dan 
menghampiri aku yang masih tidak berbaju. Mula-mula si pendek 
mendekatiku dan memelukku, tingginya hanya setelingaku. Diciumnya 
leherku dan tangannya meremas lembut buah dadaku, lalu wajahnya 
dibenamkan ke dadaku, diusap-usap sejenak sambil tetap meremas-remas 
menikmati kenyalnya buah dadaku, lalu dia pergi. Berikutnya langsung 
meremas-remas buah dadaku, jari tangannya menyelinap di balik bra, 
mempermainkan sejenak sambil mencium pipiku.
"Mbak mempunyai buah dada dan puting yang bagus." bisiknya, kemudian dia
 pergi, hingga tinggal kami bertiga di kamar, aku, Rio dan Hendra yang 
dari tadi hanya memperhatikan, tidak ada komentar dari dia kalau setuju 
atas pilihanku.
"Rio, temenin aku mandi ya, biar segar..!" kataku, sebenarnya agak ragu juga bagaimana untuk memulainya.
"Ayo Tante, entar Rio mandiin." jawabnya.
"Emang aku udah Tante-Tante..?" jawabku ketus, "Panggil aku Lily." 
lanjutku sambil menuju kamar mandi, meninggalkan Hendra sendirian.
Sesampai di kamar mandi, Rio langsung mencium tengkukku, membuatku 
merinding. Dipeluknya aku dari belakang sambil ciumannya berlanjut ke 
belakang telingaku hingga leher. Kedua tangannya mulai meraba-raba buah 
dadaku yang masih terbungkus bra merahku.
"Rio, kamu nakal..!" desahku sambil tanganku meraba ke belakang mencari pegangan di antara kedua kaki Rio yang masih telanjang.
"Abis Mbak menggoda terus sih," bisiknya disela-sela ciumannya di telinga.
Tangannya diturunkan ke celana jeans-ku, tanpa menghentikan ciumannya, 
dia membuka celana jeans-ku, hingga sekarang aku tingal bikini merahku. 
Ciumannya sudah sampai di pundak, dengan gigitan lembut diturunkan tali 
bra-ku hingga turun ke lengan, begitu pula yang satunya, sepertinya dia 
sudah terlatih untuk menelanjangi wanita dengan erotis dan perlahan, 
semakin perlahan semakin menggoda. Perlahan tapi pasti aku dibuatnya 
makin terbakar birahi.
Rio mendudukkan tubuhku di meja toilet kamar mandi, dia berlutut di 
depanku, dicium dan dijilatinya betis hingga paha. Perlahan dia menarik 
turun celana dalam merah hingga terlepas dari tempatnya, jilatan Rio 
sungguh lain dari yang pernah kualami, begitu sensual, entah pakai 
metode apa hingga aku dibuat kelojotan. Kepalanya sudah membenam di 
antara kedua pahaku, tapi aku belum merasakan sentuhan pada daerah 
kewanitaanku, hanya kurasakan jilatan di sekitar selangkangan dan daerah
 anus, aku dibuat semakin kelojotan.
Sepintas kulihat Hendra berdiri di pintu kamar mandi melihat bagaimana 
Rio menservisku, tapi tidak kuperhatikan lebih lanjut karena jilatan Rio
 semakin ganas di daerah kewanitaanku, hingga kurasakan jilatan di bibir
 vaginaku. Lidahnya terasa menari-nari di pintu kenikmatan itu, kupegang
 kepalanya dan kubenamkan lebih dalam ke vaginaku, entah dia dapat 
bernapas atau tidak aku tidak perduli, aku ingin mendapat kenikmatan 
yang lebih. Jilatan lidah Rio sudah mencapai vaginaku, permainan 
lidahnya memang tiada duanya, saat ini the best dibandingkan lainnya, 
bahkan dibandingkan dengan suamiku yang selalu kubanggakan permainan 
sex-nya.
Rio berdiri di hadapanku, kejantanannya yang besar dan tegang hanya 
berjarak beberapa centimeter dari vaginaku. Sebenarnya aku sudah siap, 
tapi lagi-lagi dia tidak mau melakukan secara langsung, kembali dia 
mencium mulutku dan untuk kesekian kalinya kurasakan permainan lidahnya 
di mulutku terasa meledakkan birahiku, sementara jari tangannya sudah 
bermain di liang kenikmatanku menggantikan tugas lidahnya. Aku tidak mau
 melepaskan ciumannya, benar-benar kunikmati saat itu, seperti anak SMU 
yang baru pertama kali berciuman, tapi kali ini jauh lebih 
menggairahkan.
Ciuman Rio berpindah ke leherku, terus turun menyusuri dada hingga 
belahan dadaku. Dengan sekali sentil di kaitan belakang, terlepaslah bra
 merah dari tubuhku, membuatku telanjang di depannya. Aku siap menerima 
permainan lidah Rio di buah dadaku, terutama kunantikan permainan di 
putingku yang sudah mengencang. Dan aku tidak perlu menunggu terlalu 
lama untuk itu, kembali kurasakan permainan lidah Rio di putingku, dan 
kembali pula kurasakan sensasi-sensasi baru dari permainan lidah. Aku 
benar-benar dibuat terbakar, napasku sudah tidak karuan, kombinasi 
antara permainan lidah di puting dan permainan jari di vaginaku terlalu 
berlebihan bagiku, aku tidak dapat menahan lebih lama lagi, ingin 
meledak rasanya.
"Rio, pleassee, sekarang ya..!" pintaku sambil mendorong tubuh atletisnya.
"Pake kondom Mbak..?" tanyanya sambil mengusap-usapkan kepala kejantanannya di bibir vaginaku yang sudah basah, sah, sah, sah.
Aku tidak tahu harus menjawab apa, biasanya aku tidak pernah pakai 
kondom, tapi karena kali ini aku bercinta dengan seorang gigolo, aku 
harus berhati-hati, meskipun dengan lainnya belum tentu lebih baik. 
Kalau seandainya dia langsung memasukkan kejantannya ke vaginaku, aku 
tidak akan keberatan, tapi dengan pertanyaan ini aku jadi bingung. 
Kulihat ke arah Hendra yang dari tadi memperhatikan, tapi tidak kudapat 
jawaban dari dia.
Tidak ada waktu lagi, pikirku. Maka tanpa menjawab, kutarik tubuhnya dan
 dia mengerti isyaratku. Perlahan didorongnya kejantanannya yang sebesar
 pisang Ambon itu masuk ke liang kenikmatanku, vaginaku terasa melar. 
Makin dalam batang kejantanannya masuk kurasakan seolah makin membesar, 
vaginaku terasa penuh ketika Rio melesakkan seluruhnya ke dalam.
"Aagh.. yess.. ennak Sayang..!" bisikku sambil memandang ke wajah Rio 
yang ganteng dan macho, expresinya dingin, tapi aku tahu dia begitu 
menikmatinya.
"Pelan ya Sayang..!" pintaku sambil mencengkeramkan otot vaginaku pada kejantanannya.
Kulihat wajaah Rio menegang, tangan kanannya meremas buah dadaku sedang 
tangan kirinya meremas pantatku sambil menahan gerakan tubuhku.
Kurasakan kejantanan Rio pelan-pelan ditarik keluar, dan dimasukkan lagi
 saat setengah batangnya keluar, begitu seterusnya, makin lama makin 
cepat.
"Oohh.. yaa.., truss..! Yes.., I love it..!" desahku, menerima kocokan kejantanan Rio di vaginaku.
Rio dengan irama yang teratur memompa vaginaku, sambil mempermainkan 
lidahnya di leher dan bibirku. Aku tak bisa lagi mengontrol gerakanku, 
desahanku semakin berisik terdengar. Rio mengangkat kaki kananku dan 
ditumpangkan di pundaknya, kurasakan penetrasinya semakin dalam di 
vaginaku, menyentuh relung vagina yang paling dalam. Kocokan Rio semakin
 cepat dan keras, diselingi goyangan pantat menambah sensasi yang 
kurasakan.
"Sshhit.., ***** me like a *****..!" desahanku sudah ngaco, keringat 
sudah membasahi tubuhku, begitu juga dengan Rio, menambah pesona sexy 
pada tubuhnya.
Aku hampir mencapai puncak kenikmatan ketika Rio menghentikan 
kocokannya, dan memintaku untuk berdiri, tentu saja aku sedikit kecewa, 
tapi aku percaya kalau dia akan memberikan yang terbaik.
"Mau dilanjutin di sini atau pindah ke ranjang..?" tanyanya terus menjilati putingku.
Tanpa menjawab aku langsung membelakanginya dan kubungkukkan badanku, 
rupanya dia sudah tahu mauku, langsung mengarahkan kejantanannya ke 
vaginaku. Kuangkat kaki kananku dan dia menahan dengan tangannya, 
sehingga kejantanannya dapat masuk dengan mudah. Dengan sedikit 
bimbingan, melesaklah batang kejantanan itu ke vaginaku, dan Rio 
langsung menyodok dengan keras, terasa sampai menyentuh dinding dalam 
batas terakhir vaginaku, terdongak aku dibuatnya karena kaget.
"Aauugghh.., yes.., teruss.., yaa..!" teriakku larut dalam kenikmatan.
Sodokan demi sodokan kunikmati, Rio menurunkan kakiku, dan kurentangkan 
lebar sambil tanganku tertumpu pada meja toilet, tangan Rio memegang 
pinggulku dan menariknya saat dia menyodok ke arahku, begitu seterusnya.
 Rasanya sudah tidak tahan lagi, ketika tangan Rio meremas buah dadaku 
dan mempermainkan putingku dengan jari tangannya, sensasinya terlalu 
berlebihan, apalagi keberadaan Hendra yang dengan setia menyaksikan 
pertunjukan kami sambil memegang kejantanannya sendiri.
"Rio a.. ak.. aku.. sud.. sudah.. nggak ta.. ta.. han..!" desahku, ternyata Rio langsung menghentikan gerakannya.
"Jangan dulu Sayang, kamu belum merasakan yang lebih hebat." katanya, 
tapi terlambat, aku sudah mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu.
"Aaughh.., yess.., yess..!" teriakku mengiringi orgasme yang kualami, denyutan di vaginaku terasa terganjal begitu besar.
Rio hanya mendesah sesaat sambil tangannya tetap meremas buah dadaku yang ikut menegang.
"Ayo Rio, keluarin sekarang, jangan goda aku lagi..!" pintaku memelas karena lemas.
Rio mengambil handuk dan ditaruhnya di lantai, lalu dia memintaku 
berlutut, rupanya Rio menginginkan doggie style, kuturuti permintaannya.
 Sekarang posisiku merangkak di lantai dengan lututku beralaskan 
tumpukan handuk, menghadap ke pintu ke arah Hendra.
Rio mendatangiku dari belakang, mengatur posisinya untuk memudahkan 
penetrasi ke vaginaku. Setelah menyapukan kejantanannya yang masih 
menegang, dengan sekali dorong masuklah semua kejantanan itu ke 
vaginaku. Meskipun sudah berulang kali terkocok oleh kejantanannya, 
tidak urung terkaget juga aku dibuatnya. Rio langsung memacu kocokannya 
dengan cepat seperti piston mobil dengan silindernya pada putaran di 
atas 3000 rpm, kenikmatan langsung menyelimuti tubuhku.
Rio menarik rambutku ke belakang sehingga aku terdongak tepat mengarah 
ke Hendra. Berpegangan pada rambutku Rio mempermainkan kocokannya, 
sesekali pantatnya digoyang ke kiri dan ke kanan, atau turun naik, 
sehingga vaginaku seperti diaduk-aduk kejantanannya. Dia sungguh pandai 
menyenangkan hati wanita karena permainannya yang penuh variasi dan 
diluar dugaan.
Tiba-tiba kudengar teriakan dari Hendra, tepat ketika aku mendongak ke 
arah dia, menyemprotlah sperma dia dari tempatnya dan tepat mengenai 
wajah dan rambutku. Ternyata sambil menikmati permainan kami, dia 
mengocok sendiri kejantanannya alias self service. Rio mengangkat 
badannya tanpa melepas kejantanannya dariku, kini posisi dia menungging,
 sehingga kejantanannya makin menancap di vaginaku tanpa menurunkan 
tempo permainannya. Aku sudah tidak tahan diperlakukan demikian, dan 
untuk kedua kalinya aku mengalami orgasme hebat dalam waktu yang relatif
 singkat, sementara Rio masih tetap tegar menantang.
"Masih kuat untuk melanjutkan Mbak..?" tantang dia.
Kalau seandainya dia tidak bertanya seperti itu aku pasti minta waktu 
istirahat dulu, tapi dengan pertanyaan itu, aku merasa tertantang untuk 
adu kuat, dan tantangan itu tidak dapat kutolak begitu saja. Sebagai 
jawaban, kukeluarkan kejantanannya dari tubuhku, kuminta dia rebah di 
lantai kamar mandi beralas handuk, aku juga ingin ngerjain dia, pikirku.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, begitu dia telentang, 
kukangkangkan kakiku di wajahnya hingga dia dapat merasakan cairan 
orgasme yang meleleh dari vaginaku. Rasain, pikirku. Tapi aku salah, 
ternyata dia malah dengan senang hati menghisap vaginaku hingga terasa 
kering dan kembali mempermainkan lidah mautnya di vaginaku.
"Sialan, kalau begini aku bisa keluar lagi dan pasti KO." pikirku.
Maka aku langsung berganti posisi. Sekarang aku di atas dia, berarti 
kendali ada di tanganku dan akan kubuat dia kelojotan mencapai orgasme 
segera, pikirku lagi. Tanpa membuang waktu lebih lama, kumulai gerakan 
andalanku, yaitu ber-hula hop di atasnya sehingga aku yakin 
kejantanannya seperti terpilin-pilin di vaginaku.
Agak kesulitan juga aku ber-hula hop karena terasa kejantanannya yang 
besar mengganjal di dalam dan mengganggu gerakanku. Semakin kupaksakan 
semakin nikmat rasanya dan semakin cepat gerakan bergoyangku kenikmatan 
itu semakin bertambah, maka hula hop-ku semakin cepat dan tambah tidak 
beraturan. Kuamati wajah Rio yang ganteng bersimbah peluh dan terlihat 
menegang dalam kenikmatan, tangannya meremas-remas buah dadaku dengan 
liarnya sambil mempermainkan putingku.
Hampir saja aku orgasme lagi kalau tidak segera kuhentikan gerakanku, 
tapi ternyata Rio tidak mau berhenti. Ketika aku menghentikan gerakanku,
 ternyata justru dia menggoyang tubuhku sambil menggerak-gerakkan 
pinggulnya sehingga vaginaku tetap terkocok dari bawah, dan kembali 
orgasmeku tidak terbendung lagi untuk kesekian kalinya.
Rio tetap saja mengocok, meski dia tahu aku sedang di puncak kenikmatan 
birahi. Kali ini aku benar-benar lemes mes mes, tapi Rio tidak juga 
mengentikan gerakannya. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, 
sehingga kami saling berpelukan. Dinginnya AC tidak mampu mengusir 
panasnya permainan kami, peluh kami sudah menyatu dalam kenikmatan nafsu
 birahi. Rio memelukku dan mencium mulutku sambil kembali mempermainkan 
lidahnya, kejantanannya masih keras bercokol di vaginaku, terasa panas 
sudah, atau mungkin lecet.
Tidak lama kemudian nafsuku bangkit lagi, kuatur posisi kakiku hingga 
aku dapat menaik-turunkan tubuhku supaya kejantanan Rio bisa sliding 
lagi. Meskipun kakiku terasa lemas, kupaksakan untuk men-sliding 
kejantanan Rio yang sepertinya makin lama makin mengeras. Melihatku 
sudah kecapean, Rio memintaku untuk masuk ke bathtub dan kuturuti 
keinginannya supaya aku kembali ke posisi doggie. Sebelum memasukkan 
kejantanannya, Rio membuka kran air hingga keluarlah air dingin dari 
shower di atas, kemudian dengan mudahnya dia melesakkan kejantanannya ke
 vaginaku untuk kesekian kalinya.
Bercinta di bawah guyuran air shower membuat tubuhku segar kembali, 
sepertinya dia dapat membaca kemauan lawan mainnya, kali ini kocokannya 
bervariasi antara cepat keras dan pelan. Tidak mau kalah, setelah terasa
 staminaku agak pulih, kuimbangi gerakan sodokan Rio dengan 
menggoyang-goyangkan pantatku ke kiri dan ke kanan atau maju mundur 
melawan gerakan tubuh Rio. Dan benar saja, tidak lama kemudian kurasakan
 cengkeraman tangan Rio di pantatku mengencang, kurasakan kejantanan Rio
 terasa membesar dan diikuti semprotan dan denyutan yang begitu kuat 
dari kejantanan Rio.
Vaginaku terasa dihantam kuat oleh gelombang air bah, denyutan dan 
semprotan itu begitu kuat hingga aku terbawa melambung mencapai puncak 
kenikmatan yang ke sekian kalinya. Kami orgasme secara bersamaan 
akhirnya, tubuhku langsung terkulai di bathtub. Kucuran air kurasakan 
begitu sejuk menerpa tubuhku yang masih berpeluh. Rio mengambil sabun 
dan menyabuni punggungku serta seluruh tubuhku. Dengan gentle dia 
memperlakukan aku seperti layaknya seorang lady hingga aku selesai 
mandi.
Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi menuju ranjang untuk
 beristirahat. Kulihat Hendra sudah mengenakan piyama dan duduk di sofa 
memperhatikanku keluar dari kamar mandi. Expresi di wajah Hendra tidak 
dapat kutebak, tapi tiada terlihat sinar kemarahan atau cemburu melihat 
bagaimana aku bercinta dengan Rio di kamar mandi selama lebih dari satu 
jam. Aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang yang hangat, mataku 
sudah terlalu berat untuk terbuka, masih kudengar sayup-sayup 
pembicaraan Hendra sebelum aku terlelap dalam tidurku.
"Kamu hebat Rio, belum pernah ada yang membuat dia orgasme terlebih 
dahulu, bahkan setelah bermain dengan dua orang." kata Hendra ketika Rio
 keluar dari kamar mandi.
"Ah biasa saja Om." jawab Rio kalem merendah.
"Emang dia sering melayani 2 orang sekaligus..?" lanjut Rio.
"Ah bukan urusanmu anak muda, oke Rio, tugas kamu sudah selesai, uang kamu ada di sebelah TV dan kamu boleh pergi." kata Hendra.
"Om, boleh saya usul..?"
"Silakan..!"
"Kalau saya boleh tinggal dan menemani lebih lama bahkan sampai pagi, 
biarlah nggak usah ada tambahan bayar overtime, aku jamin dia pasti 
lebih dari puas." usul Rio.
"Cilaka..," pikirku.
Aku tidak tahu apa yang dikatakan Hendra karena sudah terlelap dalam tidur indah.
Entah sudah berapa lama tertidur ketika kurasakan sesuati menggelitik 
vaginaku. Sambil membuka mata yang masih berat, kulihat kepala sudah 
terbenam di selangkanganku yang telah tebuka lebar. Ah, Rio mulai lagi, 
pikirku. Ketika aku menoleh ke sofa mencari Hendra, kulihat dia 
telanjang duduk di samping Rio yang juga telanjang sambil tersenyum ke 
arahku. Jadi siapa yang bermain di vaginaku saat ini, terkaget aku 
dibuatnya. Langsung duduk kutarik rambutnya dan ternyata si Andre, teman
 Rio yang kusuruh pulang bersama si pendek tadi.
Sebenarnya dia tidak terpilih bukan karena aku tidak tertarik, tapi aku harus memutuskan satu di antara dua yang baik.
"What the hell going on here..?" pikirku, tapi tidak sempat terucap 
karena permainan lidahnya sungguh menggetarkan naluri kewanitaanku.
Kubiarkan Andre bermain di selangkanganku dan kunikmati permainan 
lidahnya, meskipun tidak sepintar Rio, tapi masih membuatku 
menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
"Ugh.., shh..!" aku mulai mendesis.
Kubenamkan kepala Andre lebih dalam untuk mendapatkan kenikmatan lebih 
jauh. Andre menjilatiku dengan hebatnya hingga beberapa saat sampai 
kulihat Rio berdiri dari tempatnya dan menghampiri Andre. Diangkatnya 
kakiku hingga terpentang dan Rio mengganjal pantatku dengan bantal 
hingga posisi vaginaku sekarang menantang ke atas.
Rio mengganti posisi Andre, menjilati vaginaku dengan mahirnya, kemudian
 mereka berganti posisi lagi. Cukup lama juga Rio dan Andre menjilati 
vaginaku secara simultan. Sensasinya sungguh luar biasa hingga aku larut
 dalam kenikmatan. Jilatan Andre sudah berpindah ke daerah anusku, 
ketika Rio menjilati pahaku terus naik dan berhenti untuk bermain di 
daerah vaginaku.
"Aahh.., gilaa.., aagh.., shit.. yess..!" aku terkaget, karena baru kali
 ini aku dijilati oleh dua laki-laki di daerah kewanitaanku.
Bayangkan dua lidah dengan satu di anus dan satunya di vagina. Keduanya 
begitu expert dalam permainan lidah. Aku tidak tahu bagaimana 
menggambarkan dengan kata-kata, sensasi ini terlalu berlebihan bagiku, 
bahkan terbayang pun tidak pernah.
Dengan penuh gairah mereka bermain di kedua lubangku, aku tidak tahu 
harus berkata apa selain mendesah dan menjerit dalam kenikmatan birahi. 
Aku mencari pegangan sebagai pelampiasan rasa histeriaku, tapi tidak 
kudapatkan hingga akhirnya kuremas-remas sendiri buah dadaku yang ikut 
menegang. Tidak tahan menahan sensasi yang berlebihan, akhirnya aku 
mencapai orgasme duluan. Orgasme tercepat selama hidupku, tidak sampai 
penetrasi dan tidak lebih dari 15 menit, suatu rekor yang tidak perlu 
dibanggakan.
Mulut Rio tidak pernah beranjak dari vaginaku, disedotnya vaginaku seperti layaknya vacum cleaner.
"Shit.. Rio.. stop.. stoop..! Please..!" pintaku menahan malu.
Lidah Rio naik menelusuri perutku dan berhenti di antara kedua bukit di 
dadaku, lalu mendaki hingga mencapai putingku. Dikulumnya lalu sambil 
meremas buah dadaku dia mulai mengulum dan mempermainkan putingnya 
dengan lidah mautnya.
Belum sempat kurasakan mautnya permainan lidah Rio, aku merasakan Andre 
telah menyapukan kejantanannya di bibir vaginaku sebentar dan langsung 
kejantanan Andre tanpa basa basi langsung melesak masuk ke vaginaku. 
Kurasakan ada perbedaan rasa dengan Rio karena bentuknya memang berbeda.
 Punya Rio besar dan melengkung ke kiri bawah, agak unik, sedangkan 
Andre kecil panjang melengkung lurus ke atas, jadi disini kurasakan dua 
rasa.
Gila, kalau tadi siang kurasakan punya Rio yang banyak menggesek bagian 
kananku, sekarang kurasakan bagian atas vagina menerima sensasi yang 
hebat, karena kejantanan Andre mempunyai kepala yang besar, 
menyodok-nyodok dinding vaginaku. Kedua kakiku dipentangkan dengan lebar
 oleh Andre, Rio bertambah gairan bergerilya menjelajahi kedua bukit dan
 menikmati kenyalnya bukit dan putingku yang makin menegang. Tangannya 
tidak henti meremas dan mengelus kedua bukit di dadaku, sesekali 
wajahnya dibenamkan di antara kedua bukitku seperti orang gemas.
Andre makin kencang mengocok vaginaku sambil menjilati jari-jari kakiku.
 Aku menggelinjang makin tidak karuan diperlakukan kedua anak muda ini. 
Kocokan dan remasan tanganku di kejantanan Rio makin keras mengimbangi 
permainan mereka.
"Uugghh.. sshh.. kalian.. me.., me..mang gilaa..!" teriakku.
Permainan mereka semakin ganas mengerjaiku.
Kutarik tubuh Rio ke atas, kini Rio sudah berlutut di samping kepalaku, 
kejantanannya yang tegang tepat ke arah wajahku. Segera kulahap 
kejantanannya, sekarang aku mau mengulumnya karena kejantanan itu 
terakhir kali masuk di vaginaku, tidak seperti saat pertama tadi, entah 
dengan siapa sebelum aku. Seperti dugaanku, mulutku ternyata tidak dapat
 mengulum masuk semua batang kejantanannya, terlalu besar untuk mulut 
mungilku.
Rio sekarang mengangkangiku, kepalaku di antara kedua kakinya, sementara
 kejantanannya kembali tertanam di mulutku. Dikocok-kocoknya mulutku 
dengan penis besarnya seolah berusaha menanamkan semuanya ke dalam, tapi
 tetap tidak bisa, it's too big to my nice mouth, very hard blowjob. 
Kurasakan kenikmatan yang memuncak, dan kembali aku mengalami orgasme 
beberapa saat kemudian.
"Mmgghh.. mmgh.. uugh..!" teriakku tertahan karena terhalang kejantanan Rio, masih untung tidak tergigit saat aku orgasme.
Tanpa memberiku istirahat, mereka membalikkan tubuhku, kini aku tertumpu
 pada lutut dan tanganku, doggy style. Andre tetap bertugas di belakang 
sementara Rio duduk berselonjor di hadapanku. Seperti sebelumnya, Andre 
langsung tancap gas mengocokku dengan cepat, kurasakan kejantanannya 
makin dalam melesak ke dalam vaginaku, pinggangku dipegangnya dan 
gerakkan berlawanan dengan arah kocokannya, sehingga makin masuk ke 
dalam di vaginaku. Antara sakit dan nikmat sudah sulit dibedakan, dan 
aku tidak sempat berpikir lebih lama ketika Rio menyodorkan 
kejantanannya di mulutku kembali.
Kedua lubang tubuhku kini terisi dan kurasakan sensasi yang luar biasa. 
Dengan terus mengocok, Andre mengelus-elus punggungku, kemudian 
tangannya menjelajah ke dadaku, dielus dan diremasnya dengan keras 
keduanya sesekali mempermainkan putingku, kegelian dan kenikmatan 
bercampur menjadi satu. Tidak ketinggalan Rio memegang rambutku, 
didorongnya supaya kejantanannya dapat masuk lebih dalam di mulutku.
"Emmhh.., mhh..!" desahku sudah tidak keluar lagi, terlalu sibuk dengan kejantanan Rio di mulutku.
Kugoyang-goyangkan badanku, pantatku bergerak berlawanan gerakan Andre dan kepalaku turun naik dengan cepat mengocok Rio.
Tidak lama kemudian, "Shit.., aku mau keluar..!" teriak Rio sambil 
menarik kepalaku ke atas, tapi aku tidak perduli, malah kupercepat 
kocokan mulutku hingga menyemprotlah sperma Rio dengan deras ke mulutku,
 semprotannya cukup kencang hingga langsung masuk ke tenggorokanku.
Tanpa ragu lagi kutelan sperma yang ada di mulutku, Rio mengusap sisa sperma di bibir yang tidak tertampung di mulutku.
Kulihat senyum puas di wajah Rio, lalu dia bergeser ke samping, ternyata
 Hendra sudah berada di samping ranjang, dia kemudian mengganti posisi 
Rio berselonjor di hadapanku. Tanpa menunggu lebih lama lagi langsung 
kukulum kejantanan dia yang basah, kurasakan aroma sperma, sepertinya 
dia habis berejakulasi melihat permainan kami bertiga. Karena ukuran 
kejantanan Hendra tidak sebesar punya Rio, maka dengan mudah aku melahap
 semua hingga habis sampai ke pangkal batangnya, dan segera mengocok 
keluar masuk.
Andre mendorong tubuhku hingga telungkup di ranjang, entah bagaimana 
posisi dia dengan tubuhku telungkup, dia tetap mengocok vaginaku dengan 
ganasnya. Hendra hanya dapat mengelus rambutku dan mempermainkan buah 
dadaku dari bawah. Tidak lama kemudian Andre mencabut kejantanannya, dan
 langsung berbaring di sebelahku. Aku mengerti maksudnya, sebenarnya 
harusnya aku yang mengatur dia bukan sebaliknya, tapi toh kuturuti juga.
Kutinggalkan Hendra dan aku menaiki tubuh Andre, kejantanannya masih 
menegang ke atas, kuatur tubuhku hingga vaginaku pas dengan 
kejantanannya yang sudah menunggu, lalu kuturunkan pantatku dan bles. 
Langsung saja aku bergoyang salsa di atasnya. Kini aku pegang kendali, 
pantatku kuputar-putar sehingga vaginaku terasa diaduk-aduk olehnya. 
Andre memegangi kedua buah dadaku dan meremasnya. Hendra berdiri di atas
 ranjang dan menghampiriku, dia menyodorkan kembali kejantanannya, 
kubalas dengan jilatan dan kuluman.
Ternyata Rio yang sudah recovery tidak mau ketinggalan, dia berdiri di 
sisi lainnya dan menyodorkan kejantanannya ke arahku. Kini tanganku 
memegang dua penis yang berbeda, baik dari ukuran, bentuk dan 
kekerasannya, belum lagi yang tertanam di vaginaku, aku sedang menikmati
 tiga macam penis sekarang. Kupermainkan Rio dan Hendra secara 
bergantian di mulutku antara kuluman dan kocokan tangan. Pantatku tidak 
pernah berhenti bergoyang di atas Andre, sungguh suatu sensasi dan 
kenikmatan yang sangat berlebihan dan rasanya tidak semua orang dapat 
menikmatinya.
Beruntungkah aku..? Entahlah, yang jelas sekarang aku sedang melambung 
dalam lautan kenikmatan birahi tertinggi. Entah sudah berapa banyak 
cairan vaginaku terkuras keluar. Andre belum juga memperlihatkan 
tanda-tanda akan orgasme. Aku mengganti gerakanku, kini turun naik 
sliding di atasnya, kulepas tangan kiriku dari penis Rio dan kuelus 
kantong pelir Andre untuk menambah rangsangan padanya. Ternyata Andre 
melawan gerakanku dengan menaik-turunkan pantatnya berlawanan denganku 
sehingga kejantanannya makin menancap dalam, tangannya tidak pernah 
melepas remasannya dari buah dadaku.
Rio bergerak ke belakangku, dielusnya punggungku dan elusannya berhenti 
di lubang anusku. Dengan ludahnya dia mengolesi lubang itu dan mencoba 
memasukkan jarinya ke dalam, sesaat terlintas di benakku bahwa dia mau 
anal, berarti double penetration. Aku belum siap untuk itu, tidak 
seorang pun kecuali suamiku yang mendapatkan anal dariku. Kuangkat 
tangannya dari anusku, pertanda penolakan dan dia mengerti. Rio berlutut
 di belakangku, didekapnya tubuhku dari belakang dan tangannya ikut 
meremas-remas buah dadaku. Sambil menciumi tengkuk dan telingaku, 
kejantanannya menempel hangat di pantatku, kini dua pasang tangan di 
kedua buah dadaku.
Karena didekap dari belakang aku tidak dapat bergerak dengan leluasa, 
akibatnya Andre lebih bebas mengocok vaginaku dari bawah. Aku sudah 
tidak dapat mengontrol tubuhku lagi, entah sudah berapa kali aku 
mengalami orgasme, padahal masih dengan Andre. Ada dua lagi penis 
menunggu giliran menikmati vaginaku, Rio dan Hendra, suamiku.
Tidak lama setelah mengocokku dari bawah, kurasakan badan Andre yang 
menegang kemudian disusul denyutan keras di vaginaku. Begitu keras dan 
deras semprotan spermanya hingga aku tersentak kaget menerima sensasi 
itu hingga aku menyusul orgasme sesaat setelahnya. Begitu nikmat dan 
nikmat, untung aku sempat mengeluarkan kejantanan Hendra dari mulutku 
sesaat setelah kurasakan semburan Andre, kalau tidak hampir pasti dia 
akan tergigit saat aku mengikuti orgasme. Tubuhku langsung melemas, aku 
langsung terkulai di atas tubuh Andre. Rio sudah melepas dekapannya dan 
Hendra duduk di samping Andre, sepertinya mereka menunggu giliran.
Napasku sudah ngos-ngosan, aku dapat merasakan degup jantung Andre yang 
masih kencang, keringat kami sudah bercampur menjadi satu. Kejantanan 
Andre masih tertanam di vaginaku meskipun sudah melemas hingga akhirnya 
keluar dengan sendirinya. Rio menawariku lippovitan, penambah energi. 
Setelah aku berbaring di samping Andre, berarti dia sudah bersiap untuk 
bertempur denganku, segera kuhabiskan minuman itu, kesegaran memasuki di
 tubuhku tidak lama kemudian.
"Gila kamu Ndre, ternyata tak kalah dengan Rio." komentarku.
"Ah biasa Mbak, kita udah biasa kerjasama kok." jawabnya.
"Makanya kompak kan Mbak, dan Mbak termasuk hebat bisa melayani kami 
sendiri-sendiri dalam satu hari, dan barusan adalah satu jam 17 menit." 
Rio menimpali.
"Biasanya kami langsung main bertiga, dan itu tidak lebih lama daripada 
sendiri-sendiri, paling lama setengah jam sudah KO." kembali Andre 
menambahi.
Aku ke kamar mandi supaya badan segar, kuguyurkan air hangat di sekujur 
tubuhku, kusiram rambutku yang tidak karuan bercampur bau sperma. Jarum 
jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam ketika aku keluar dari kamar 
mandi. Kulihat mereka duduk di sofa, Rio dan Andre di sofa panjang 
sementara Hendra di sofa satunya, masih bertelanjang. Ketika aku datang 
hanya berbalut handuk, ranjang sudah dirapikan, entah apa rencana 
mereka, pikirku. Persetan yang penting aku dapat menikmati dan kuikuti 
permainannya.
Rupanya aku terlalu lama dan asyik mandi hingga tidak tahu kalau makanan
 datang dan sudah tersaji di meja. Aku merasa lapar, maklum habis 
selesai dengan Rio disambung sama Andre dan aku belum makan sejak tadi 
siang. Aku duduk di antara Rio dan Andre, yang kemudian disambut tarikan
 handuk pembalut tubuhku oleh Rio hingga terlepas. Keduanya langsung 
mencium pipiku kiri kanan dan kusambut remasan di kejantanan mereka yang
 agak menegang.
"Makan dulu yuk..!" ajakku langsung ke meja.
Kami berempat bertelanjang makan bersama sambil bercerita pengalaman 
mereka. Aku tidak berani makan terlalu banyak, takut kalau terlalu 
banyak bergoyang jadi sakit perut, yang penting tidak lapar dan dapat 
menambah energi nanti, sepertinya mereka melakukan hal yang sama.
Setelah istirahat selesai makan, kembali aku duduk di antara dua anak 
muda itu. Kali ini mereka langsung mencium leherku di kiri dan kanan 
sambil meremas-remas dadaku masing-masing satu. Hendra berdiri ke arah 
kami, dia meminta Rio berpindah tempat, dan dia langsung melakukan hal 
yang sama, menciumi leherku dan terus turun ke dada, sekarang Andre dan 
Hendra mengulum putingku di kiri dan kanan.
Rio tidak mau jadi penonton, dia langsung bejongkok di antara kakiku, 
melebarkannya dan lidahnya mulai menjelajah di vaginaku. Mungkin dia 
masih mencium aroma sperma Andre karena memang tidak kubersihkan, tapi 
dia tidak perduli, jilatan demi jilatan menjelajah di vaginaku, 
dipermainkannya vaginaku dengan lidah dan jari tangannya. Kenikmatan 
mulai kurasakan, foreplay dengan 3 orang sekaligus, akan mempercepat 
perjalanan menuju puncak kenikmatan birahi.
Dengan kemahiran permainan lidah Rio, aku sudah terbakar birahi, 
kepalanya kujepit dengan kedua kakiku supaya lebih merapat di 
selangkanganku. Aku tidak mau kejadian tadi terulang lagi, layu sebelum 
birahi.
"Sshh.., Rio masukin Sayang.., sekarang..!" pintaku di sela kuluman Andre dan Hendra di dadaku.
Tanpa menunggu kedua kalinya, Rio segera bangkit dan menyapukan kepala 
kejantanannya ke vaginaku, ternyata Andre mengikuti Rio, dia stand by di
 sampingnya sambil mementangkan kakiku lebar. Tidak seperti sebelumnya, 
kali ini Rio langsung mengocokku cepat dan keras, aku langsung 
menggeliat kaget, tapi segera mulutku dibungkam dengan ciuman bibir oleh
 Hendra. Andre sambil memegangi kakiku, dia menjilati kedua jari kakiku 
secara bergantian. Aku ingin menjerit dalam kenikmatan tapi tidak dapat 
karena lidah Hendra masih menikmati bibirku.
Kocokan Rio bertambah cepat, iramanya susah ditebak karena terlalu 
banyak improvisasi, aku kewalahan mengikuti iramanya, disamping memang 
dia expert mempermainkan iramanya, dilain sisi aku juga sibuk menghadapi
 dua orang lainnya. Hendra minta aku mengulum kejantanannya, maka 
kusingkirkan Rio dari vaginaku, aku langsung jongkok di depan dia yang 
duduk di sofa, langsung mengulum penisnya yang sudah tegang.
Rio tidak mau menunggu lebih lama, dengan doggy style dia mulai memasuki
 vaginaku. Sodokan awal perlahan, tapi selanjutnya makin keras dan 
cepat. Andre, aku tidak tahu dimana posisi dia, tapi yang kutahu dia 
stand by di samping Rio. Kugoyang-goyangkan pantatku mengikuti irama 
Rio, makin lama makin terasa nikmatnya, cukup lama dia mengocokku dengan
 berbagai variasi gerakan hingga ketika puncak kenikmatan hampir 
kurengkuh, tiba tiba dia mencabut kejantanannya. Aku mau protes, tapi 
ketika kutengok ke belakang ternyata Andre sudah bersiap menggantikan 
posisi Rio, dan sekali dorong tanpa menunggu reaksiku amblaslah 
kejantanannya ke vaginaku.
Sekali lagi kurasakan perbedaan sensasi dari keduanya. Entahlah aku 
tidak dapat menentukan mana yang lebih nikmat. Andre langsung menggoyang
 sambil mengocokku dengan iramanya sendiri. Saat Andre sedang memacuku 
dengan cepat, tiba-tiba Hendra menyemprotkan spermanya di mulutku, 
terkaget juga aku, karena terkonsentrasi pada kocokan Andre hingga 
kurang memperhatikan ke Hendra. Kujilati sisa sperma di kejantanan dia 
yang tidak terlalu banyak.
Ternyata Rio sudah mengganti posisi Andre, kemudian mereka berganti lagi
 begitu seterusnya entah sudah berapa kali berganti menggilirku hingga 
aku sudah tidak dapat membedakan lagi apakah yang mengocok vaginaku 
Andre atau Rio, keduanya sama-sama nikmat. Mereka tidak memperdulikan 
sudah berapa kali puncak birahi sudah kurengkuh. Selama aku belum bilang
 stop, mereka akan terus memacuku ke puncak kenikmatan.
Entah sudah berapa lama dengan doggy style, lututku terasa capek. Aku 
merangkak naik ke sofa yang ditinggal Hendra, tetap dengan posisi doggy 
sofa mereka tidak memberiku kesempatan bernapas. Melayani satu Andre 
atau Rio saja aku sudah kewalahan, apalagi menghadapi mereka berdua 
secara bersamaan, dan mereka begitu kompak melayani birahiku. Berulang 
kali mereka mencoba memasukkan kejantanannya ke lubang anus, tapi selalu
 kutolak dan kutuntun kejantanannya kembali ke vaginaku.
Kunikmati sodokan demi sodokan dari belakang entah dari Rio atau Andre 
hingga tiba-tiba kurasakan perbedaan yang drastis, begitu kecil dan 
rasanya seperti hanya masuk separoh saja kocokannya. Aku menoleh 
kebelakang, ternyata Hendra ikut bergiliran dengan mereka. Ternyata 
mereka melakukan permainan. Ketika Hendra sedang mengocokku, Rio dan 
Andre mengundi siapa berikutnya, begitu juga ketika Rio menyodokku, 
Hendra dan Andre mengundi berikutnya, begitu seterusnya. Aku berharap 
supaya Hendra tidak pernah menang.
Waktu giliran ternyata ditentukan tidak lebih dari 3 menit untuk orang 
berikutnya, yang orgasme duluan harus merelakan diri jadi penonton. 
Entah sudah berapa lama berlangsung, lututku sudah lemas, tapi serangan 
dari belakang tidak menurun juga, aku heran juga ternyata Hendra dapat 
sedikit mengimbangi permainan Rio dan Andre. Dan benar dugaanku, tidak 
lama kemudian ketika si penis kecil sedang mengocokku, kurasakan 
denyutan-denyutan di dinding vaginaku dan kudengar teriakan Hendra 
pertanda dia orgasme. Kemudian kembali vaginaku berganti penghuni secara
 bergantian.
Mereka melakukannya dengan kompak, banyak lagi variasi yang dilakukan 
mereka kepadaku, baik di ranjang, di meja makan, sambil berdiri 
menghadap dinding, mereka lebih suka melakukan secara simultan. Ketika 
aku hampir menghentikan permainan, mereka memberi tanda supaya aku 
berjongkok di antara mereka dan dengan sedikit bantuan kuluman dan 
kocokan pada kejantanan mereka secara bergantian, akhirnya menyemprotlah
 sperma mereka secara hampir bersamaan. Semua memuncrat ke wajah, 
sebagaian masuk mulut hingga ke tubuhku. Aku sangat menikmati ketika 
semprotan demi semprotan menerpa wajah dan tubuhku, terasa begitu 
erotic.
Kami semua rebah di ranjang, jarum jam menunjukkan 01,30 dini hari, 
berarti sekitar dua jam bercinta dengan tiga orang sekaligus, sungguh 
permainan yang indah dan jauh memuaskan. Satu persatu tertidur kelelahan
 masih dalam keadaan telanjang.
Tidak lama mataku terpejam ketika kurasakan ciuman di mulutku, Andre 
yang sudah menindihku berbisik, "Boleh nggak aku minta lagi." bisiknya 
pelan di telingaku.
Tanpa menjawab, kubuka kakiku dan dengan mudahnya dia memasukkan 
kejantanannya ke dalam. Dengan goyangan perlahan seperti menikmati, 
ternyata tidak lama dia sudah orgasme, ternyata bisa juga dia orgasme 
dengan cepat, mungkin 15 menit. Kemudian kami kembali tertidur.
Tidak lama kemudian kejadian tadi terulang lagi, kali ini dengan Rio. 
Dengan cepat pula dia menuntaskan hasratnya. Ketika kami semua terbangun
 pukul 10 pagi, rasanya aku belum lama tidur, Kulihat Hendra sudah 
memakai pakaian, sementara Rio dan Andre masih telanjang berbincang 
dengan Hendra.
"Pagi Sayang, bagaimana mimpi indahmu..?" tanyanya.
"Terlalu indah untuk sebuah mimpi." jawabku yang langsung ke kamar mandi untuk berendam menghilangkan lelah.
Tidak lama kemudian ketika sedang asyik berendam, muncullah Rio dan Andre di pintu kamar mandi yang memang tidak kukunci.
"Mau ditemenin mandi Mbak..?" tanya Andre.
"Pasti asyik kalau mandi bertiga." sambung Rio.
Dan akhirnya sudah dapat diduga, kembali kami melakukan permainan sex 
bertiga, tapi kali ini dilakukan di kamar mandi, ternyata sensasinya 
berbeda dari tadi malam. Banyak juga aku belajar variasi baru. Bertiga 
di kamar mandi, baik itu di bathtub, shower ataupun di meja westafel 
kamar mandi, sungguh pengalaman yang luar biasa. Cukup lama juga kami 
bercinta di kamar mandi hingga akhirnya Hendra mengingatkan kami waktu 
check out.
Pukul 12 siang kami sudah bersiap untuk check out. Ketika Rio dan Andre 
sedang berpakaian, ternyata Hendra memintaku sekali lagi untuk 'quicky'.
 Dengan membuka pakaian seperlunya, kami kembali bercinta disaksikan 
kedua gigolo itu. Namanya saja quicky, maka tidak sampai sepuluh menit 
dia sudah menyemprotkan spermanya di vaginaku, dan segera memasukkan 
kembali kejantanannya di balik celananya dan tanpa membersihkan lebih 
lanjut. Aku menngenakan kembali celanaku yang merosot tadi, dan kami 
check out hotel secara bersama-sama, tidak lupa setelah menukar nomer HP
 masing-masing dengan kenangan yang indah.
Sejak saat itu aku sering meminta Rio ataupun Andre atau mereka berdua 
untuk menemaniku kalau aku lagi perlu penyegaran. Soal 'bisnis' dengan 
mereka sepertinya sudah tidak menjadi point utama lagi. Dan belakangan 
aku tahu kalau Rio juga penggemar media ini, salam sayang untuk Rio 
apabila kamu membaca cerita ini (nama sudah disamarkan sehingga yang 
bersangkutan saja yang tahu). Maaf aku tidak minta ijin dulu, tapi 
kukira kamu tidak keberatan kan Sayang. Salamku untuk Andre juga. 

No comments:
Post a Comment