Hari itu, sekitar jam tiga sore aku bersama sepupuku, Ellen baru saja 
sampai di rumahnya setelah jalan-jalan di mall. Setengah jam kami disana
 nonton VCD sampai pacarnya yang bernama Winston datang. Memang sih hari
 itu aku bermain ke sini agar bisa sekalian sorenya mengambil mobilku 
yang sedang di service rutin di sebuah bengkel di daerah Jakarta Timur 
yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah Ellen. Pas sekali saat itu 
Winston datang untuk nge-date jadi aku bisa ikut menumpang diantar ke 
bengkel itu.
Kamipun berangkat dari rumahnya dengan mobil BMW-nya Winston. Walaupun 
tidak terlalu jauh namun kami sedikit terjebak macet karena saat itu jam
 bubaran. Yang kukhawatirkan adalah takutnya bengkelnya keburu tutup, 
kalau begitu kan aku mau tidak mau harus tetap menumpang pada Winston 
padahal mereka mau pergi nonton dan aku tidak mau mengganggu kebersamaan
 mereka. Akhirnya tiba juga kami di bengkel itu tepat ketika akan tutup.
"Wah.. Sudah mau tutup tuh Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tahu masih keburu," kata Ellen.
"Tanyain dulu Ci, kita tunggu kamu di sini, kalau ternyata belum bisa ambil, kamu ikut kita jalan aja," Winston memberi saran.
Akupun segera turun dan setengah berlari ke arah pegawai yang sedang mendorong pintu.
"Mas.. Mas tunggu, jangan ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya yang
 Hyundai warna merah yang dititip kemarin Selasa itu loh!" kataku dengan
 terburu-buru.
"Tapi kita sudah mau tutup non, kalau mau besok balik aja lagi," katanya.
"Ayo dong, Mas katanya di telepon tadi sudah bisa diambil, tolong dong 
bentar aja yah, saya sudah ke sini jauh-jauh nih!" desakku.
"Ada apa nih, Kos, kok malah ngobrol," kata seorang pria yang muncul dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria itu adalah montir yang menangani mobilku ketika 
aku membawa mobil itu ke sini, orangnya tinggi dan agak gemuk dengan 
rambut gaya tentara, usianya sekitar awal empat puluh, belakangan 
kuketahui bernama Fauzan, agaknya dia tergolong montir yang cukup senior
 di sini.
Akupun lalu mengutarakan maksud kedatanganku ke sini untuk mengambil 
mobilku itu padanya. Awalnya sih dia juga menyuruhku kembali lagi besok 
karena bengkel sudah tutup, tapi karena terus kubujuk dan kujanjikan 
bonus uang rokok akhirnya dia menyerah juga dan mempersilakanku masuk 
menunggu di dalam. Sebenarnya sih kalau bengkelnya dekat dengan rumahku 
aku juga bisa saja kembali besok, tapi masalahnya letak tempat ini cukup
 jauh dari rumahku dan macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali 
jalan.
Aku melambaikan tangan ke arah Ellen dan Winston yang menunggu di mobil 
pertanda masalah sudah beres dan mereka boleh pergi, merekapun membalas 
lambaianku dan mobil itu berjalan meninggalkanku. Pak Fauzan menjelaskan
 padaku tentang kondisi mobilku, dia bilang bahwa semuanya ok-ok saja, 
kecuali ada sebuah onderdil di bagian bawah mobil yang sebentar lagi 
tidak layak pakai karena sudah banyak berkarat (sory.. Aku tidak 
mengerti otomotif selain menggunakannya, sampai lupa nama onderdil itu).
 Karena memikirkan kenyamanan jangka panjang, aku menanyakan kalau 
bagian itu diganti sekarang memakan waktu lama tidak, ongkos sih tidak 
masalah. Setelah berpikir sesaat dia pun mengiyakannya dan menyuruhku 
duduk menunggu.
Sejumlah pegawai dan kasir wanita sudah berjalan ke pintu keluar 
meninggalkan tempat ini. Di ruangan yang cukup luas ini tinggallah aku 
dengan Pak Fauzan serta beberapa montir yang sedang menyelesaikan 
pekerjaan yang tanggung. Seluruhnya ada empat orang di ruangan ini 
termasuk aku yang satu-satunya wanita.
"Masih banyak kerjaannya ya Mas?" tanyaku iseng-iseng pada montir brewok
 di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan sebuah Kijang.
"Dikit lagi kok Non, makanya mending diselesaikan sekarang biar besoknya lebih santai," jawabnya sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Fauzan sedang berjongkok di sebelah 
mobilku dan di sebelahnya seorang rekannya yang cuma kelihatan kakinya 
sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya di kolong mobil. Ternyata 
pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat jam sudah aku menunggu. 
Melihat situasi seperti ini, timbullah pikiran isengku untuk menggoda 
mereka. Hari itu aku memakai kaos ketat oranye berlengan panjang yang 
dadanya agak rendah, lekuk tubuhku tercetak oleh pakaian seperti itu, 
bawahnya aku memakai rok hitam yang menggantung beberapa senti di atas 
lutut. Maka bukanlah hal yang aneh kalau para pria itu di tengah 
kesibukannya sering mencuri-curi pandang ke arahku, apalagi sesekali aku
 sengaja menyilangkan kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku dan bertanya pada Pak Fauzan, "Masih lama ya Pak?"
"Hampir Non, ini yang susah tuh melepas yang lamanya, habis sudah 
berkarat, sebenarnya sih pasangnya gampang saja, bentar lagi juga beres 
kok"
"Perlu saya bantuin enggak? Bosen dari tadi nunggu terus," tanyaku 
sambil dengan sengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri 
bertumpu di lantai sehingga otomatis paha putih mulusku tersingkap 
kemana-mana dan celana dalam merahku juga terlihat jelas olehnya.
Dia terlihat gugup dan matanya tertumbuk ke bawah rokku yang kelihatan 
karena posisi jongkokku. Aku yakin burungnya pasti sudah terbangun dan 
memberontak ingin lepas dari sangkarnya. Namun aku bersikap biasa saja 
seolah tidak mengetahui sedang diintip.
"Oohh.. Nggak.. Nggak kok Non," jawabnya terbata-bata.
"Hhoii.. Obeng kembang dong," sahut montir yang dari dalam sambil mendorong kursi berbaringnya keluar dari kolong.
Begitu keluar diapun ikut terperangah dengan pemandangan indah di atas wajahnya itu. Keduanya bengong menatapku tanpa berkedip.
"Kenapa? Kok bengong? Liatin apa hayo..?" godaku dengan tersenyum nakal.
Kemudian kuraih tangan si montir yang sedang berbaring itu dan 
kuletakkan di paha mulusku, memang sih tangannya kotor karena sedang 
bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal itu lagi. Tanpa harus 
disuruh lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan sendirinya mengelus 
pahaku hingga sampai di pangkalnya, disana dia tekankan dua jarinya di 
bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup CD.
"Ooohh.. " desahku merasakan remasan pada kemaluanku.
Pak Fauzan menyuruhku berdiri dan didekapnya tubuhku serta langsung 
menempelkan bibirnya yang tebal dan kasar pada bibir mungilku. Tangannya
 mengangkat rokku dan menyusup ke dalam celana dalamku. Temannya tidak 
mau ketinggalan, setelah dia mengelap tangannya dia dekap aku dari 
belakang dan mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas dan lidahnya
 yang menggelikitik membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang masih
 tertutup baju diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos Mango-ku 
beserta bra-ku sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku 
digerayangi dengan gemas, putingnya terasa makin mengeras karena terus 
dipencet-pencet dan dipilin-pilin.
"Hei, ngapain tuh, kok nggak ngajak-ngajak!" seru si montir brewok yang memergoki kami sedang berasyik-masyuk.
Montir di belakangku melambai dan memanggil si brewok untuk ikut 
menikmati tubuhku. Si brewok pun dengan girang menghampiri kami sambil 
mempreteli kancing baju montirnya, kurang dari selangkah di dekatku dia 
membuka seluruh pakaiannya.
Wow.. Bodynya padat berisi dengan dada bidang berbulu dan bulunya turun 
saling menyambung dengan bulu kemaluannya. Dan yang lebih membuatku 
terpesona adalah bagian yang mengacung tegak di bawah perutnya, pasti 
tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar pisang raja itu, warnanya 
hitam dengan kepala penis kemerahan. Dia berjongkok di depanku dan 
memelorotkan rok dan celana dalamku.
"Wah, asyik jembutnya item lebat banget, gua paling suka vagina kaya gini," si brewok mengomentari vaginaku.
Pak Fauzan dan temannya pun mulai melepasi pakaiannya masing-masing 
hingga bugil. Terlihatlah batang-batang mereka yang sudah menegang, 
namun aku tetap lebih suka milik si brewok karena nampak lebih 
menggairahkan, milik Pak Fauzan juga besar dan berisi, namun tidak 
terlalu berurat dan sekeras si brewok, sedangkan punya temannya lumayan 
panjang, tapi biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Aku sendiri 
tinggal memakai kaos ketat dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke bahu si brewok yang berjongkok sambil melumat 
vaginaku. Teman Pak Fauzan yang dipanggil 'Zul' itu menopang tubuhku 
dengan mendekap dari belakang, tangannya terus beraktivitas meremas 
payudara dan pantatku sambil memainkan lidahnya di lubang telingaku. Pak
 Fauzan sendiri kini sedang menetek dari payudara kananku. Aku 
menggelinjang dahsyat dan mendesah tak karuan diserbu dari berbagai arah
 seperti itu. Tanganku menggenggam penis Pak Fauzan dan mengocoknya 
perlahan.
"Oookkhh.. Jangan terlalu keras," rintihku sambil meringis ketika Pak 
Fauzan dengan gemas menggigiti putingku dan menariknya dengan mulut, 
secara refleks tanganku menjambak pelan rambutnya.
Sementara si brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku seolah 
mau ditelan. Dia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku sehingga memberi 
sensasi geli yang luar biasa padaku, klitorisku juga dia gigit pelan dan
 digelikitik dengan lidahnya. Pokoknya sangat sulit dilukiskan dengan 
kata-kata betapa nikmatnya saat itu, jauh lebih nikmat dari mabuk anggur
 manis. Aku menengokkan wajah ke samping untuk menyambut Zul yang mau 
melumat mulutku. Lihai juga dia berciuman, lidahnya menjilati lidahku 
dan menelusuri rongga mulutku, nafasku seperti mau habis rasanya.
Kemudian mereka membaringkanku di kursi untuk berbaring di kolong mobil 
itu (whateverlah namanya aku tidak tahu nama barang itu ^_^. Zul 
langsung mengambil posisi di selangkanganku, tapi segera dicegah oleh 
Pak Fauzan yang menginginkan jatah lubang lebih dulu. Setelah 
dibujuk-bujuk Zul pun akhirnya mengalah dari Pak Fauzan yang lebih 
senior itu. Sebagai gantinya dia mengambil posisi di dekat kepalaku dan 
menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati batang itu hingga 
basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil mengocok batangnya.
Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati oral seks itu, aku senang 
membuatnya mengerang nikmat ketika kujilati lubang kencing dan kepala 
penisnya. Pak Fauzan yang sudah selesai dengan pemanasan dengan 
menggesekkan penisnya pada bibir vaginaku kini sudah mengarahkan 
penisnya ke liang senggamaku. Aku menjerit kecit ketika benda itu 
menyeruak masuk dengan sedikit kasar, selanjutnya dia menggenjotku 
dengan gerakan buas. Aku meresapi setiap detil kenikmatan yang sedang 
menyelubungi tubuhku, semakin bersemangat pula aku mengemut penis si 
Zul, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk menambah kenikmatan 
pemiliknya. Dia mengerang keenakan atas perlakuanku yang memanjakan 
'adik kecil'nya.
Rambutku diremas-remas sambil berkata, "Oooh.. Terus Non, enak banget.. Yahh!"
Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok punya si brewok yang
 pada saat yang sama sedang melumat payudaraku. Dia sangat menikmati 
setiap jengkal payudaraku, dia menghisapnya kuat-kuat diselingi 
gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah di kulitnya yang putih. 
Sungguh kagum aku dengan penisnya dalam genggamanku, yang benar-benar 
keras dan perkasa membuatku tidak sabar ingin segera mencicipinya. Maka 
aku melepaskan emutanku pada penis Zul dan berkata pada si brewok,
"Sini dong Mas, gua mau nyepong kontolnya!"
Si brewok langsung menggantikan Zul dan menyodorkan penisnya padaku. 
Hmm.. Inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka lebar-lebar 
mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak muat seluruhnya di 
mulut mungilku malah terasa sesak. Si Zul menggosok-gosokkan penisnya 
yang basah ke wajahku. Sambil dioral, tangan si brewok yang kasar dan 
berbulu itu meremasi payudaraku dengan brutal. Di sisi lain, Pak Fauzan 
melepaskan sepatu bersol tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua 
tungkaiku ke bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga menjilati betisku 
yang mulus. Aku benar-benar terbuai oleh kenikmatan main keroyok seperti
 ini.
Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu di buka 
dari dalam dan keluarlah seorang yang hanya memakai singlet dan celana 
pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia sepantaran dengan Pak Fauzan 
dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba mengingat-ingat orang ini, 
sepertinya pernah lihat sebelumnya, oohh.. Iya itu kan montir yang 
mendengar dan mencatat masalah yang kuceritakan tentang mobilku ketika 
aku membawanya ke sini. Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih
 basah dan acak-acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang 
dia lihat tapi kemudian dia mendekati kami.
"Weleh-weleh.. Gua sibuk cuci baju di belakang, kamu-kamu malah pada 
enak-enakan ngentot," katanya "Lho, ini kan si Non cantik yang mobilnya 
diservis itu!"
"Sudah jangan banyak omong, mau ikutan nggak!" kata si brewok padanya.
Buru-buru si montir yang bernama Joni itu melepaskan celananya dan 
kulihat penisnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang 
melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai sudah datang satu lagi, 
tambah berat deh PR gua, demikian kataku dalam hati. Pak Joni mengambil 
posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-mana seakan takut
 tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot dan dilumat olehnya 
sampai terasa nyeri. Aku mengerang sejadi-jadinya antara kesakitan dan 
kenikmatan, semakin lama semakin liar dan tak terkendali.
Pak Fauzan dibawah sana makin mempercepat frekuensi genjotannya pada 
vaginaku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi menahan cairan cintaku yang 
semakin membanjir. Di ambang puncak aku semakin berkelejotan dan 
tanganku semakin kencang mengocok dua batang penis di genggamanku yaitu 
milik Pak Joni dan Bang Zul. Zul juga menggeram makin keras dan Crot.. 
Crot.. Cairan putih kentalnya menyemprot dan berceceran di wajah dan 
rambutku. Sementara otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan 
cairan cintaku pun tak terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, 
tubuhku mengejang hebat diiringi erangan panjang dari mulutku, tapi dia 
masih terus menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia 
cabut penisnya, diturunkannya juga kakiku.
"Gantian tuh, siapa mau memek?" katanya.
Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati dan 
menyedot cairan vaginaku dengan rakus bagaikan menyantap semangka. Pak 
Fauzan menaiki dadaku dan menjepitkan penisnya yang sudah licin diantara
 payudaraku. Dia memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap 
vaginaku, tidak sampai lima menit, spermanya muncrat ke muka dan dadaku,
 kaosku yang tergulung juga ikut kecipratan cairan itu. Pak Fauzan 
mengelap spermanya yang berceceran di dadaku sampai merata sehingga 
payudaraku nampak mengkilap oleh cairan itu. Kujilati sperma di sekitar 
bibirku dengan memutar lidah.
Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbaring di kursi montir. 
Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar liang 
senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain membimbing batang itu 
memasuki liang itu. Aku menggigit bibir dan mendesis saat penis itu 
mulai tertancap di vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang itu tertelan
 oleh liang surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali 
benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-uratnya yang 
menonjol itu bergesekan dengan dinding vaginaku.
Aku belum sempat beradaptasi, dia sudah menyentakkan pinggulnya ke atas,
 secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan pinggulnya
 ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-turun. Mataku 
merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking nikmatnya. 
Kuraih penis Pak Joni di sebelah kiriku dan kukulum dengan bernafsu, 
begitu juga dengan penis Pak Fauzan, batang yang sedang kelelahan itu 
kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa spermanya kujilati hingga 
bersih. Kurasakan ada dua jari memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak 
keluar-masuk di sana, aku menengok ke belakang ternyata pelakunya Bang 
Zul yang entah kapan sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi kepalaku 
dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan pinggulnya 
seperti sedang bersenggama. Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala penis
 itu pernah menyentuh tekakku sampai hampir tersedak. Namun hal itu 
tidak mengurangi keaktifanku menggoyang tubuhku dan mengocok penis Pak 
Fauzan dengan tangan kiriku. Payudaraku yang ikut bergoyang naik-turun 
tidak pernah sepi dari jamahan tangan-tangan kasar mereka.
Sepertinya Bang Zul mau main belakang karena dia melebarkan duburku 
dengan jarinya dan sejenak kemudian aku merasakan benda tumpul yang tak 
lain kepala penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku
 penuh sudah terisi oleh tiga penis. Penis Pak Joni dalam mulutku makin 
bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-nyodokkannya pada 
mulutku hingga akhirnya menyemprotkan spermanya di mulutku. Belum habis 
semprotannya dia menarik keluar benda itu (thank god, akhirnya bisa 
menghirup udara segar lagi) sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, 
wajahku yang sudah basah oleh sperma Bang Zul dan Pak Fauzan jadi tambah
 belepotan oleh spermanya yang lebih kental dari milik dua orang 
sebelumnya.
"Aahh.. Aahh.. Dikit lagi Bang!" desahku karena sudah akan klimaks lagi.
Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga kemaluanku 
bersamaan dengan penis si brewok yang terasa makin membengkak dan 
sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku menegang dan desahan panjang 
keluar dari mulutku akibat orgasme panjang bersama si brewok. Cairan 
hangat dan kental menyemprot hampir semenit lamanya di dalam lubang 
vaginaku. Akhirnya tubuhku kembali melemas dan jatuh telungkup di atas 
dada yang bidang berbulu itu dengan penis masih menancap, sementara dari
 belakang Bang Zul masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku 
sampai dia menumpahkan spermanya di anusku lima menit kemudian. Setelah 
beristirahat lima menit, Pak Fauzan mengangkat tubuhku diatas kedua 
tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang adalah tempat pencucian 
mobil bersama teman-temannya.
"Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak?" tanyaku heran.
"Kita mau mencuci Non dulu soalnya sudah lengket dan bau peju sih," 
jawabnya sambil nyengir, kemudian memerintah si brewok untuk menyiapkan 
selang air.
Pelan-pelan dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri 
karena masih lemas sekali, jadi aku hanya duduk bersimpuh saja di lantai
 marmer itu.
"Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah," katanya sambil membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang bulat, hanya jam tangan, anting, dan seuntai 
kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku. Si 
brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.
"Awww.. Dingin!" desahku manja merasakan dinginnya air yang menyemprot padaku.
Pak Joni melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati 
tubuhku yang masih disemprot si brewok, ketiganya mengerubungi tubuhku 
sambil tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan didekap mereka, 
tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk membasuh ceceran sperma 
yang lengket di sekujur tubuhku seperti sedang memolesi mobil dengan 
cairan pembersih.
Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin 
sehingga tubuh kami basah kuyup. Sesudah itu dia juga ikut bergabung 
menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dari depan, setelah puas menciumi 
dan meremas payudaraku dia menaikkan kaki kananku ke pinggangnya dan 
memasukkan penisnya ke vaginaku, mereka mengerjaiku dalam posisi 
berdiri. Pak Fauzan merangkulku dari belakang dan tak henti-hentinya 
mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Zul berjongkok meremasi dan 
menjilati pantat montokku yang terangkat dengan gemasnya.
Si brewok menggerayangi payudaraku yang lain sambil menggelitik 
telingaku dengan lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan 
itu. Beberapa menit kemudian Pak Joni klimaks dan menumpahkan spermanya 
di dalam vaginaku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku 
mereka telentangkan di atas kap depan sebuah sedan berwarna silver 
metalik dan kembali aku disemprot dengan selang air hingga semakin 
basah.
Bang Zul membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke vaginaku. 
Mungkin karena sudah terisi penuh, maka ketika penis itu melesak ke 
dalamku, nampak sperma kental itu meluap keluar dari sela-sela bibir 
vaginaku. Aku kembali orgasme yang kesekian kalinya, tubuhku 
menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemudian tak lama kemudian dia pun 
mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di atas perut rataku. Akhirnya 
selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbaring lemas diatas kap, rasanya
 pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah.
Mereka juga sudah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada 
juga yang mengelap badannya yang basah. Pak Fauzan memberiku sebuah Aqua
 gelas dan handuk kering. Aku menggerakkan tangan menghanduki tubuhku 
yang basah. Setelah Pak Fauzan dan Bang Zul selesai memasang onderdil 
yang tertunda, selesai pula perbaikan mobilku. Aku membayarkan biayanya 
pada Pak Fauzan yang ternyata masih saudara dengan pemilik bengkel ini, 
pantas dari tadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi tambahan 
sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara mereka 
berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh pegal-pegal, 
janji ke kafe dengan teman-teman pun terpaksa kubatalkan dengan alasan 
tidak enak badan

No comments:
Post a Comment