Orangnya buta huruf. Tapi kalau ngomong ngentot, dia adalah playboy. 
Playboy kampunglah. Tetapi aku percaya. Tubuh macam dia punya biasanya 
memang memiliki nafsu gede. Lihat saja. Punggungnya nampak sedikit 
bongkok. Tangan-tangan dan kakinya penuh bulu. Warna kulitnya yang 
coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.
Ciri-ciri macam itu biasanya kontolnya juga gede. Aku selalu merinding 
menahan gejolak birahiku kalau dekat dia. Tak bisa kulepaskan dari 
tonjolan bagian depan celananya, menggunung. Pantes saja, ibu-ibu gatel 
hingga babu-babu genit sangat asyik kalau ngomongin bagaimana sepulang 
dari pasar tadi ngebonceng ojeknya Jayus. Mereka cerita soal baunya yang
 merangsang, soal senggolan dengan tangannya yang penuh bulu. 
Kadang-kadang mereka sengaja menempelkan susunya saat mbonceng ojek 
sepeda si Jayus. Sebaliknya si Jayus, dia juga termasuk banyak omong. 
Dia ceritakan kalau si Nem, babu Koh Abong demen banget nyiumin 
kontolnya. Dia enyotin kontolnya hingga pejuhnya muncrat ke mulutnya. 
Dia telan tuh pejuh, nggak ada sisanya.
Bahkan dia juga cerita kalau Enci'nya (bininya) Koh Abong suka 
mencuri-curi pandang, dan menaik-naikkan alisnya kapan pandangannya 
berbenturan dengan mata Jayus. Dia lagi cari kesempetan atau alasan 
bagaimana bisa ketemu empat mata tanpa dilihat lakinya.
Lain lagi Dety, orang Menado yang lakinya kerja di kapal yang hanya 6 
bulan sekali lakinya pulang dari laut, itupun tidak lebih dari 1 minggu.
 Dety berbisik sama Atun temen gosipannya, 'Uhh Tuunn, gue mau klenger 
deh rasanya', suatu pagi dia buka omongan, 'Kenape emangnya?', tanya 
Atun balik dengan logat Betawinya yang kental. 'Gua baru ngrasain deh. 
Tuh kontol Jayus yang sedepa (mau cerita betapa panjangnya) bener-bener 
bikin semaput'. Kemudian dia ceritakan bagaimana tanpa sengaja suatu 
siang si Jayus kencing di kebon samping rumahnya. Sebagai perempuan yang
 kesepian karena jarang dapat sentuhan lakinya, dia iseng ngintip dari 
balik pohon angsana dekat dapurnya. Dia lihat saat Jayus merogoh 
celananya dan menarik kontolnya keluar. Dety bilang napasnya langsung 
nyesek. Dia plintirin pentilnya sembari ngintip Jayus kencing. Dia 
mengkhayal, '.. coba aku yang dia kencingin.. hhuuhh..'. Dan beberapa 
menit sesudah Jayus meninggalkan tempat, dengan gaya yang tidak 
memancing perhatian orang dia nyamperin tuh tempat kencingnya Jayus. 
Bagian terakhir ini dan selanjutnya nggak dia ceritakan sama si Atun.
Dia amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liur Dety 
menetes keluar, jakunnya naik turun. Darahnya tersirap. Dan tanpa bisa 
menahan diri, tahu-tahu tangan kanannya sudah nyamperin tuh yang basah 
di batang pohon. Diusapnya basah kencing si Jayus di pohon itu. Matanya 
nglirik kanan-kiri-depan nggak ada orang lain, dia endus tuh basah di 
tangannya itu. Wuu.. pesing banget. Kemudian lidahnya menjulur menjilati
 basah kencing Jayus itu. Eddaann..
Semua cerita-cerita itu terung terang membuat aku dipenuhi setumpuk 
obsesi. Kapaann memekku diterobosi kontolnya?! Dan dari kepalaku 
mengalir berbagai gagasan untuk menjebak Jayus. Dan kalau sudah begini, 
mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai 
dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian 
ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu..
 nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Suatu sore, karena ada beberapa bumbu dapur yang habis, aku pergi ke 
warung langgananku di pasar. Aku pikir jalan sih nggak begitu jauh saat 
tiba-tiba Jayus dari arah belakangku naik sepeda ojeknya nawarin, 
'Kemana bu? Saya anter?'. Terus terang aku langsung terkesiap dan .. 
gagap..,'Eehh kang Jayus (begitulah aku biasa memanggil orang lain akang
 atau kang sebagai tanda hormatku) ..eehh, ..bb ..boleehh, ..mau ke 
warung langganan nihh'. seperti kebo yang dicocok hidungnya, aku 
nyamperin jok belakang sepedanya, naruh pantat di boncengan sepeda si 
Jayus.
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Jayus nggenjot sepeda, agar 
tidak jatuh tanganku berpegangan pada sadel yang tentu saja menyentuh 
bokongnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. 
Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya. 
'Narik dari jam berapa mas?', aku buka omongan, 'Yaah nggak tentu bu. 
Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi 
tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar'. 
Wwaaoo.., tiba-tiba ada ide yang melintas!
'Apa yang nggak mau keluar ..?', nada bicaraku agak aku bengkokkan. 
'Kenapa nggak mau keluar ..?', untuk lebih memperjelas nada bicaraku 
yang pertama. Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya 
jalanan.
'Ooo.., kirain apaan yangg.. nggakk keluarr..'. Dan tanpa aku sadari 
sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Jayus. 'Kirain 
barang Mas Jayus yang ini nggak mau keluar', mulutkupun tak lagi bisa 
kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi.
'Aahh, ibuu, ntarr dilihat orang lhoo', sepertinya dia menegor aku. 
Kepalang basah, 'Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..', 
aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian 
bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda. 
Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
'Siapa yang ngomoong buu..??', dia balik tanya tapi nggak lagi ada 
tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yang sudah berada di bagian depan 
celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan 
juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan 
dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang 
mbonceng sepeda agar tidak terlempar dari boncengannya.
'Ibu berani banget nih, n'tar dilihat orang terus nyampai-in ke bapak 
lho buu'. Aku tidak menanggapi kecuali tanganku yang makin getol 
meremas-remas dan memijat. Dan aku rasakan dalam celana itu semakin 
membesar. kontol Jayus ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur
 aduk menjadi satu. 'Mas Jayuuss..', suaraku sesak lirihh. 'Bbuu.., aku 
ngaceng buu..'. Ooohh, obsesiku kesampaian.., dan aku jawab dengan 
remasan yang lebih keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini. Menjadi perempuan 
dengan penuh nafsu birahi menyerang lelaki. Bahkan sebagai istri yang 
selama ini cinta dan dicintai oleh suaminya. Dan nggak perlu diragukan, 
bahwa suamiku juga mampu memberi kepuasan seks setiap aku bersebadan 
dengannya.
Tetapi juga nggak diragukan pula bahwa aku ini termasuk perempuan yang 
selalu kehausan. Tidak jarang aku melakukan masturbasi sesaat sesudah 
bersebadan dengan suamiku. Biasanya suamiku langsung tertidur begitu 
habis bergaul. Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang. 
Aku bayangkan banyak lelaki. Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli 
pelabuhan dengan badan dan ototnya yang kekar-kekar. Telanjang dada 
dengan celana pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit 
dadanya. Mereka ini seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin
 dan kulum kontol-kontolnya. Wwoo, khayalan macam itu mempercepat 
nafsuku bangkit.
'Kang Jayus, aku pengin ditidurin akang lho', aku bener-bener menjadi pengemis. Pengemis birahi.
'Jangan bu, ibu khan banyak dikenalin orang di sini', jawabnya, yang 
justru membuat aku makin terbakar. 'Kita cari tempat, nanti aku yang 
bayarin', kejarku. 'Dimana bu, aku nggak pernah tahu'. Iyyaa, tentu saja
 Jayus nggak pernah mikir untuk nyewa kamar hotel. Klas ekonominya 
tukang ojek sepeda khan kumuh banget.
Saat nyampai di warung tujuan aku turun dari sepedanya, 'Kang Jayus 
tungguin saya yah', biar nanti aku kasih tahu kemana mencari tempat yang
 aman dan nyaman untuk acara bersama ini.
'Nih tempatnya yang kang Jayus tanyain tadi, barusan aku pinjem pensil 
enciknya (pemilik warung) dan aku tulis tuh alamat hotel yang pernah aku
 nginap bersama suami saat nemenin saudara yang datang dari Surabaya.
'Maapin bu, saya nggak bisa baca', ahh.. aku baru ingat kalau dia buta 
huruf.., konyol banget nih. 'OK kang, gini aja, besok akang tunggu saja 
aku di halte bis depan sekolah SD Mawar, tahu? Jam 10 pagi, OK?', dia 
ngangguk bengong. Walaupun nggak bisa baca rupanya dia tahu apa artinya 
'OK'.
'Tt.. tapi bu.., n'tar ada yang ngliatin, n'tar diaduin ke suami ibu, 
n'tar..', rupanya dia belum juga mengambil keputusan. Keputusan nekad. 
Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar. 'Udahlah kang, ayyoo, sambil 
jalan..', sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala. 
Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yang baru pulang 
kerja.
Kembali aku duduk di boncengan sepedanya. Dan kembali aku langsung 
merangkul pinggangnya hingga tanganku mencapai bagian depan celananya. 
Rupanya kontol Jayus udah ngaceng. Tangankupun langsung meremasi 
gundukkan di celananya itu. 'Bbuu, enaakk..', dia mendesah berbisik. 
'Makanya aayyoo kang.., aku juga pengin ini banget..', jawabku sambbil 
memijat gundukkan itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati apa yang sedang berlangsung.
'Buu, bagaimana kalau ketempat lain aja yang gampang bu??', wwoo.. aku 
berbingar. Rupanya sambil jalan ini Jayus mikirin tempat. 'Dimana?', 
tanyaku penuh nafsu, 'Di rumah kontrakan temen saya, kebetulan lagi 
kosong, yang punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar, nggak akan 
ada yang ngliatin, apa lagi gelap begini'.
'Jadi kang Jayus maunya sekarang ini?', aku agak terperangah, nggak 
begitu siap, n'tar suamiku nyariin lagi. 'Habis kapan lagi bu? Sekarang 
atau besok-besok sama saja, lagian besok-besok mungkin di rumah itu udah
 ramai, pemiliknya udah pulang lagi'. Kalau menyangkut nafsu birahi 
riupanya Jayus ini nggak begitu bodoh. Cukup lama sebelum akhirnya aku 
menjawab, 'Ayyolahh..', sepeda ojek langsung berbalik, beberapa kali 
berbelok-belok masuk gang-gang kumuh. Nampaknya orang-orang ramai 
sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak 
tidak acuh saat kami melewatinya.
Kemudian sepeda ini nyeberangin lapangan yang luas dibawah tiang 
tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yang diceritakan Jayus 
tadi. Di depan tanaman pagar yang rapat ada pintu halaman dari anyaman 
ambu, kami berhenti. Dari dalam ada orang yang bergegas keluar, 'Min, 
ini mpok gua, baru dateng dari Cirebon, numpang istirahat sebentar 
sebelum nerusin ke Bekasi, rumah mertuanya. N'tar aku nggak pulang mau 
ngantar ke Bekasi ya?!', aahh.., lihai banget nih Jayus, ngibulnya 
bener-bener penuh fantasi.. Aku salaman sama 'Min' tadi. Saat 
bersalaman, salah satu jarinya dia selipkan ke telapak tanganku kemudian
 mengutiknya. Kurang ajar, batinku, rupanya dia tahu kalau si Jayus 
sekedar ngibul. Rupanya cara macam ini sudah saling mereka kenali. 
Rupanya kibulan tadi justru untuk aku. Untuk menyakinkan aku bahwa 
tempat ini aman untukku.
'Ayo bu, istrirahat dulu, mandi-mandi dulu, n'tar aku ikut ke Bekasi, 
biar nggak nyasar-nyasar', uuhh..tukang kibulku.. yang.. sebentar lagi 
akan aku jilati kontolnya.. Dan memang aku sudah jadi perempuan yang 
nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Jayus. Dan sekarang 
ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Jayus, masa bodo 
dengan tangan usil si 'Min' tadi.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga yang nyaris tegak aku 
mengikuti Jayus memasuki ruangan yang sempit berlantai papan dengan 
nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga gentingnya 
yang rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar. Dan 
nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan barang bawaanku.
Tanpa menunggu ba bi Bu lagi Jayus langsung menerkam aku. Tangannya 
langsung memerasi bokongku kemudian susu-susuku. Akupun langsung 
mendesah.. Birahiku bergolak.. Darahku memacu..
Aku menjadi sangat kehausan.. Tanganku langsung membuka kancing celana 
Jayus kemudian memerosotkannya. Dalam dekapan dan setengah gelagapan 
yang disebabkan kuluman bibir Jayus, aku merabai selangkangannya. kontol
 yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. 
Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. kontol yang hanya terbungkus 
celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan 
tangan kananku. Kami saling melumat. 'Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..', 
aku dengar bisikan desah Jayus di telingaku. Hhheehh..
Kemudian tangan Jayus menekan pundakku supaya aku rebah ke tikar yang 
tersedia. Terus kami bergumul, dia menaiki tubuhku tanpa melepaskan 
pagutannya. Dan tanganku merangkul erat tubuhnya. Kemudian dia balik 
hingga tubuhku ganti yang menindih tubuhnya. Aku terus melumatinya. 
Lidahnya yang menjulur kusedoti. Ludahku di-isep-isep-nya.
'Bbbuu, aayyoo ..aku udah nggak tahan nihh..'. Sama. Nafsu liarku juga 
sudah nggak terbendung. Aku prosotkan sendiri celana dalamku tanpa 
mencopot roknya. Sementara itu ciuman Jayus telah meruyak ke buah 
dadaku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Bulu-bulu bewok 
dan kumis yang tercukur rasanya seperti amplas yang menggosoki kulit 
halus dadaku.
Dalam waktu yang singkat berikutnya kami telah sama-sama telanjang 
bulat. Jayus menindih tubuhku. Dan aku telah siap menerima penetrasi 
kontolnya ke vaginaku. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku 
menyilahkan kontol gede Jayus itu memulai serangan.
Saat ujung kemaluannya menyentuh bibir vaginaku, wwuuhh ..rasanya 
selangit. Aku langsung mengegoskan pantatku menjemput kontol itu agar 
langsung menembusi kemaluanku. Sungguh aku menunggu tusukkan batang 
panas itu agar kegatalan vaginaku terobati.
Agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Jayus mendorong dengan keras 
kontolnya menerobos lubang kemaluanku yang sempit sekaligus dalam 
keadaan mencengkeram karena birahiku yang memuncak. Cairan-cairan 
pelumas yang keluar dari kemaluanku tidak banyak membantu. Rasa pedih 
perih menyeruak saraf-saraf di dinding vaginaku. Tetapi itu hanya 
sesaat..
Begitu Jayus mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong dan menarik
 kontolnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung berubah 
menjadi kenikmatan tak bertara. Aku menjerit kecil.. tetapi desahan 
bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan, 'Enak banget 
kontolmu kang Jayuss.. aacchh.. nikmatnyaa.. kontolmu Jayuss.. oohh.. 
teruusszzhh.. teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg 
enakk..'
Genjotan Jayus semakin kenceng. Bukit bokongnya kulihat naik turun 
demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan saraf-saraf 
vaginaku yang semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak terhingga 
bagiku dan pasti juga bagi si Jayus. Dia menceloteh, 'Uuuhh buu, sempit 
banget nonokmuu ..buu.., sempit bangeett.. bbuu enaakk bangett..'. Dan 
lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya. Aku 
bayangkan pasti si 'Min' dibawah sono kelimpungan nggak keruan. Mungkin 
saja dia langsung ngelocok kontolnya sendiri (onani).
Terus terang aku sangat tersanjung oleh celotehannya itu. Dan itu 
semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan 
mautnya kontol Jayus. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
Percepatan frekwensi genjotan kontol dan goyangan pantatku dengan cepat 
menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah, 'Kang .. kang.. 
kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..', aku 
histeris. Ternyata demikian pula kang Jayus. Genjotan terakhir yang 
cepatnya tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya 
tumpah membanjiri kemaluanku. Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yang terdengar bunyi nafas ngos-ngosan 
dari kami. Dari jauh kudengar suara kodok, mungkin dari genangan air 
comberan di kebon.
Aku tersedar. Dirumah pasti suamiku gelisah. 'Kang Jayus, aku mesti 
cepet pulang nih ..', Dia hanya melenguh '..hheehh..'. Kulihat kontolnya
 ternyata masih tegak kaku keluar dari rimbunan hitam jembutnya 
menjulang ke langit. Apa mungkin dia belum puas?? Aku khawatir kemalaman
 nih. 'Ayyoo kang, pulang dulu.., kapan-kapan kita main lagi yaahh ..'.
Jayus bukannya bangun. Dia berbalik miring sambil tangannya memeluk 
tubuhku mulutnya dia tempelkan ke pipiki dan berbisik, 'Buu, aku masih 
kepingin..', 'Nggak ah.., aku kan takut kemalaman, nanti suamiku nyariin
 lagi'. 'Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau 
ngisepin kontolku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat 
puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu 
nihh..'. Jayus menunjukkan kontolnya yang gede panjang dalam keadaan 
ngaceng itu. 'Ayyoo dong buu.., kasian khan .., bbuu..?!'. Dia 
mengakhiri omongannya sambil bangkit, menggeser tubuhnya, berdiri 
kemudian ngangkangin dadaku lantas jongkok. Posisi kontolnya tepat di 
wajahku. Bahkan tepat di depan bibirku. 'Aayyoo buu, isepin duluu.., 
ayyoo buu, ciumin, jilat-jilat..'. Aku jadi nggak berkutik. Aku pikir, 
biarlah, OK-lah, supaya cepat beres dan cepat pulang.
Kuraih kontol itu, kugenggam dan kubawa kemulutku. Aku jilatin kepalanya
 yang basah oleh spermanya sendiri tadi. Aku rasain lubang kencingnya 
dengan ujung lidahku. 'Aammpuunn.. Enakkbangett..', Jayus langsung 
teriak kegatalan.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya, kontol itu aku enyotin dan
 jilatin. Rupanya Jayus ingin aku cepat mengulumnya. Dan dia kembali 
mulai memompa. Kali ini bukan memekku tetapi mulutku yang dia pompa. 
Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan kontol gede 
dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yang 
keluar dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali 
hadir.
Dan pompa Jayus mencepat. Aku mesti menahan dengan tanganku agar kontol 
itu tidak menyodok tenggorokanku yang akan membuatku tersedak. Tidak 
lama ..
Tiba-tiba Jayus menarik kontolnya dan tangan kanannya langsung 
mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku. 'Ayoo bu, minum 
pejuhku.. Buu, ayo makan nih kontolkuu.. Ayoo buu..minumm..buu.. 
Bbbuu..', kocokkan itu makin cepat. Dan reflekku adalah membuka mulut 
dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi 
obsesiku, aku pengin minum sperma si Jayus. Dan sekarang ..
Entah berapa banyak sperma Jayus yang tumpah kali ini. Kurasakan 
langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha 
nggak ada setetespun yang tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. 
Gurihnya sperma Jayus mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yang
 putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada
 tawarnya.. dan lendir-lendir itu ..nikmatnyaa..
Saat pulang kuselipkan dalam genggaman si 'Min' lembaran Rp. 50 ribu. 
Mungkin semacam ongkos bungkam. Dia dengan senang menerimanya. Tak ada 
lagi jari ngutik-utik telapak tanganku.
Jayus menurunkan aku di belokkan arah rumahku. Aku beri Jayus lembaran 
Rp. 100 ribu, tetapi dia menolak, 'Jangan bu, kita khan sama-sama 
menikmati.., dan terserah ibu.., kalau ibu mau, kapan saja saya mau juga
 .. Tetapi saya nggak akan pernah mencari-cari ibu, pemali, n'tar jadi 
gangguan, nggak enak sama bapaknya khan?!'. Wah.., dia bisa menjaga 
dirinya dan sekaligus menjaga orang lain. Aku senang.
Sesampai di rumah ternyata suamiku tidak gelisah menunggu istrinya. 
Kebetulan ada tamunya, tetangga sebelah teman main catur. Aku cepat 
tanggap, 'Udah dibikinin kopi belum pak?!' ..yang terdengar kemudian .. 
Skak

No comments:
Post a Comment