Perjalanan Bisnis ke Surabaya sebenarnya sungguh menyenangkan, karena
akan ketemu dengan sobat lama yang sudah lama kutinggalkan, sayangnya
suamiku Hendra tidak bisa menemaniku karena kesibukannya.
Dengan ditemani Andi, salah seorang kepercayaanku, kami terbang dengan
flight sore supaya bisa istirahat dan besok bisa meeting dalam keadaan
fresh dan tidak loyo karena harus bangun pagi pagi buta, mengingat
meeting besok aku perkirakan akan berlangsung cukup alot karena
menyangkut negosiasi dan kontrak, disamping itu meeting dengan Pak Reza,
calon clien, jadwalnya jam 10:00 pagi.
Pukul 19:00 kami check in di Sheraton Hotel, setelah menyelesaikan
administrasinya kami langsung masuk ke kamar masing masing untuk
istirahat.
Kurendam tubuhku di bathtub dengan air hangat untuk melepas rasa penat
setelah seharian meeting di kantor menyiapkan bahan meeting untuk besok.
Cukup lama aku di kamar mandi hingga kudengar HP ku berbunyi, tapi tak
kuperhatikan, paling juga suamiku yang lagi kesepian di rumah, pikirku.
Setelah puas merendam diri, kukeringkan tubuhku dengan handuk menuju ke
kamar. Kukenakan pakaian santai, celana jeans straight dan kaos ketat
full press body tanpa lengan hingga lekuk tubuhku tercetak jelas,
kupandangi penampilanku di kaca, dadaku kelihatan padat dan menantang,
cukup attraktif, di usiaku yang 32 tahun pasti orang akan mengira aku
masih berumur sekitar 27 tahun.
Kutelepon ke rumah dan HP suamiku, tapi keduanya tidak ada yang jawab,
lalu kuhubungi kamar Andi yang nginap tepat di sebelah, idem ditto. Aku
teringat miss call di HP-ku, ternyata si Rio, gigolo langgananku di
Jakarta, kuhubungi dia.
"hallo sayang, tadi telepon ya" sapaku
"mbak Lily, ketemu yok, aku udah kangen nih, kita pesta yok, ntar aku
yang nyiapin pesertanya, pasti oke deh mbak" suara dari ujung merajuk
"pesta apaan?"
"pesta asik deh, dijamin puas, Mbak Cuma sediakan tempatnya saja, lainnya serahkan ke Rio, pasti beres, aku jamin mbak" bujuknya
"emang berapa orang" tanyaku penasaran
"rencanaku sih aku dengan dua temanku, lainnya terserah mbak, jaminan kepuasannya Rio deh mbak"
"asik juga sih, sayang aku lagi di Surabaya nih, bagaimana kalo sekembalinya aku nanti"
"wah sayang juga sih mbak, aku lagi kangen sekarang nih"
"simpan saja dulu ya sayang, ntar pasti aku kabari sekembaliku nanti"
"baiklah mbak, jangan lupa ya"
"aku nggak akan lupa kok sayang, eh kamu punya teman di Surabaya nggak?"
tanyaku ketika tiba tiba kurasakan gairahku naik mendengar rencana
pestanya Rio.
"Nah kan bikin pesta di Surabaya" ada nada kecewa di suaranya
"gimana punya nggak, aku perlu malam ini saja"
"ada sih, biar dia hubungi Mbak nanti, nginapnya dimana sih?"
"kamu tahu kan seleraku, jangan asal ngasih ntar aku kecewa"
"garansi deh mbak"
Kumatikan HP setelah memberitahukan hotel dan kamarku, lalu aku ke lobby
sendirian, masih sore, pikirku setelah melihat jam tanganku masih pukul
21:00 tapi cukup telat untuk makan malam.
Cukup banyak tamu yang makan malam, kuambil meja agak pojok menghadap ke
pintu sehingga aku bisa mengamati tamu yang masuk. Ketika menunggu
pesanan makanan aku melihat Pak Reza sedang makan bersama seorang
temannya, maka kuhampiri dan kusapa dia.
"malam Bapak, apa kabar?" sapaku sambil menyalami dia
"eh Mbak Lily, kapan datang, kenalin ini Pak Edwin buyer kita yang akan
meng-export barang kita ke Cina" sambut Pak Reza, aku menyalami Pak
Edwin dengan hangat.
"silahkan duduk, gabung saja dengan kami, biar lebih rame, siapa tahu
kita tak perlu lagi meeting besok" kelakar Pak Edwin dengan ramah.
"terima kasih Pak, wah kebetulan kita bertemu di sini, kan aku nginap di hotel ini" jawabku lalu duduk bergabung dengan mereka.
Kami pun bercakap ringan sambil makan malam, hingga aku tahu kalau Pak
Edwin dan Pak Reza ternyata sobat lama yang selalu berbagi dalam suka
dan duka, meskipun kelihatannya Pak Reza lebih tua, menurut taksiranku
sekitar 45 tahun, sementara Pak Edwin, seorang chinesse, mungkin usianya
tidak lebih dari 40 tahun, maximum 37 tahun perkiraanku. Setelah
selesai makan malam, aku pesan red wine kesukaanku, sementara mereka
memesan minuman lain yang aku tidak terlalu perhatikan.
"Bagaimana dengan besok, everything is oke?" Tanya Pak Reza
"Untuk Bapak aku siapkan yang spesial, kalau tahu bapak ada disini pasti
kubawa proposalku tadi" kelakarku sambil tersenyum melirik Pak Edwin,
si cina ganteng itu.
Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 22:30, cukup lama juga kita
ngobrol dan entah sudah berapa gelas red wine yang sudah meluncur
membasahi tenggorokanku hingga kepalaku agak berat, tak pernah aku minum
wine sebanyak ini, pengaruh alcohol sepertinya sudah menyerangku. Tamu
sudah tidak banyak lagi disekitar kami. Kupanggil waitres untuk
menyelesaikan pembayaran yang di charge ke kamarku.
Kamipun beranjak hendak pulang ketika tiba tiba kepalaku terasa berat
dan badanku terhuyung ke Pak Edwin, Pak Reza sudah duluan pergi ketika
Pak Edwin memeluk dan membimbingku ke lift menuju kamar, aku sendiri
sudah diantara sadar dan tidak, ketika Pak Edwin mengambil tas tanganku
dan mengambil kunci kamar lalu membukanya.
Dengan hati hati Pak Edwin merebahkan tubuhku di ranjang, dilepasnya
sepatu hak tinggiku dan perlahan membetulkan posisi tubuhku, aku sudah
tak ingat selanjutnya.
Kesadaranku tiba tiba timbul ketika kurasakan dadaku sesak dan ada
kegelian bercampur nikmat di antara putingku, kubuka mataku dengan berat
dan ternyata Pak Edwin sedang menindih tubuhku sambil mengulumi kedua
putingku secara bergantian, tubuhku sudah telanjang, entah kapan dia
melepasnya begitu juga Pak Edwin yang hanya memakai celana dalam.
Bukannya berontak setelah kesadaranku timbul tapi malah mendesah
kenikmatan, kuremas rambut kepala Pak Edwin yang masih bermain di kedua
buah dadaku. Tangannya mulai mempermainkan selangkanganku, entah kapan
dia mulai menjamah tubuhku tapi kurasakan vaginaku sudah basah, aku Cuma
mendesah desah dalam kenikmatan.
"sshh.. eehh.. eegghh" desahku membuat Pak Edwin makin bergairah, dia
kemudian mencium bibirku dan kubalas dengan penuh gairah. Kuraba
selangkangannya dan kudapati tonjolan mengeras di balik celananya, cukup
besar pikirku. Sambil berciuman, kubuka celana dalamnya. Dia
menghentikan ciumannya untuk melepas hingga telanjang, ternyata penisnya
yang tegang tidak sedasyat yang aku bayangkan, meski diameternya besar
tapi tidak terlalu panjang, paling sepanjang genggamanku, dan lagi belum
disunat, ada rasa sedikit kecewa di hatiku, tapi tak kutunjukkan.
Dia kembali menindih tubuhku, diciuminya leherku sambil mempermainkan
lidahnya sepanjang leher dan pundakku, lalu turun dan berputar putar di
buah dadaku, putingku tak lepas dari jilatannya yang ganas, jilatannya
lalu beralih ke perut terus ke paha dan mempermainkan lututku, ternyata
jilatan di lutut yang tak pernah kualami menimbulkan kenikmatan
tersendiri. Daerah selangkangan adalah terminal terakhir dari lidahnya,
dia mempermainkan klitoris dan bibir vaginaku sambil jari tangannya
mulai mengocok vaginaku.
"sshh.. eegghh.. eehhmm.. ya Pak..truss Pak" desahku merasakan
kenikmatan dari jilatan dan kocokan jari Pak Edwin. Pak Edwin kembali ke
atasku, kakinya dikangkangkan di dadaku sambil menyodorkan penisnya,
biasanya aku tak mau mengulum penis pada kesempatan pertama, tapi kali
ini entah karena masih terrpengaruh alcohol atau karena aku terlalu
terangsang, maka kuterima saja penisnya di mulutku. Kupermainkan ujung
kepalanya dengan lidah lalu turun ke batang penis, kemudian tak lupa
kantung bolanya dan terakhir kumasukkan penis itu ke dalam mulutku,
cukup kesulitan juga aku mengulum penisnya karena batang itu memang
besar.
Dia mengocok mulutku dengan penisnya selama beberapa saat, cukup
kewalahan juga aku menghadapi kocokannya untung, tidak berlangsung lama.
Pak Edwin kembali berada diantara kakiku, disapukannya penisnya ke
bibir vaginaku lalu mendorong tanpa kesulitan berarti hingga melesaklah
penis itu ke vaginaku semua, aku merasa masih banyak ruang kosong di
bagian dalam vaginaku meski di bagian luarnya terasa penuh oleh besarnya
batang penis Pak Edwin.
"ehh.. sshh.. eeghghgh" aku mulai mendesah ketika Pak Edwin mulai
mengocokkan penisnya, dengan cepat dia mengocokku seperti piston pada
mesin mobil yang tancap gas, ada perbedaan rasa atas kocokan pada penis
yang tidak disunat itu, gesekan pada dinding vaginaku kurang greger,
tapi tak mengurangi kenikmatan malahan menambah pengalaman, tanpa ampun
pantatnya turun naik di atas tubuhku sambil menciumi leher jenjangku,
kurasakan kenikmatan dari kocokannya dan kegelian di leherku.
Pak Edwin menaikkan tubuhnya dan bertumpu pada lutut dia mengocokku,
dengan posisi seperti ini aku bisa melihat expresi wajahnya yang
kemerahan dibakar nafsu, tampak sekali rona merah diwajahnya karena
kulitnya yang putih tipikal orang cina, wajah gantengnya bersemu
kemerahan. Kutarik wajahnya dan kucium bibirnya karena gemas, kocokannya
makin cepat dan keras, keringat sudah membasahi tubuhnya meski belum
terlalu lama kami bercinta. Kugoyangkan pantatku mengimbangi gerakannya,
ternyata itu membuat dia melambung ke atas dan menyemprotlah spermanya
di vaginaku, kepala penisnya kurasakan membesar dan menekan dinding
vaginaku, denyutnya sampai terasa di bibir vaginaku, lalu dia terkulai
lemas setelah menyemprotkan spermanya hingga habis.
Agak kecewa juga aku dibuatnya karena aku bahkan belum sempat merasakan
sensasi yang lebih tinggi, terlalu cepat bagiku, tak lebih dari sepuluh
menit.
"sorry aku duluan" bisiknya di telingaku sambil tubuhnya ditengkurapkan di atas tubuhku.
"nggak apa kok, ntar lagi" kataku menghibur diri sendiri, kudorong
tubuhnya dan dia rebah disampingku, dipeluknya tubuhku, dengan tetap
telanjang kami berpelukan, napasnya masih menderu deru.
Aku berdiri mengambil Marlboro putih dari tas tanganku, kunyalakan dan
kuhisap dalam dalam dan kuhembuskan dengan keras untuk menutup kekesalan
diriku.
"I need another fuck" pikirku kalut
Kulihat di HP ada SMS dari Rio dengan pesan "namanya Rino, akan menghubungi mbak, dari Rio"
Jarum jam sudah menunjukkan 23:20, berarti cukup lama aku tadi tidak
sadarkan diri sampai akhirnya "dibangunkan" Pak Edwin, kulihat Pak Edwin
sudah terlelap kecapekan, kupandangi dia, dengan postur tubuh yang
cukup atletis dan wajah yang ganteng sungguh sayang dia tidak bisa
bertahan lama, pikirku.
Kunyalakan Marlboro kedua untuk menurunkan birahiku yang masih tinggi
setelah setelah mendapat rangsangan yang tak tuntas, lalu kucuci
vaginaku dari sperma Edwin, kalau tidak ingat menjaga wibawa seorang
boss, sudah kuminta si Andi menemaniku malam ini, tapi ketepis angan itu
karena akan merusak hubungan kerjaku dengannya.
Kulayangkan pandanganku keluar, gemerlap lampu Kota Surabaya masih
kukenali meski sudah bertahun tahun kutinggalkan. Kalau tidak ada Pak
Edwin mungkin sudah kuhubungi Rio untuk segera mengirim Rino kemari,
tapi aku jadi nggak enak sama dia.
Ketika akan kunyalakan batang rokok ketiga, kudengar bel pintu berbunyi,
agak kaget juga ada tamu malam malam begini, kuintip dari lubang intip
di pintu, berdiri sosok laki laki tegap dengan wajah ganteng seganteng
Antonio Banderas, maka kukenakan piyama dan kubuka pintu tanpa
melepaskan rantai pengamannya.
"mbak Lily? saya Rino temannya Rio" sapanya
Agak bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan
penampilan dia yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak
Edwin di ranjang.
"Sebentar ya" kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu
bagaimana menentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani
mereka berdua malah itu yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak
Edwin, rekanan bisnis yang baru beberapa jam yang lalu aku kenal, tentu
aku harus menjaga citraku sebagai seorang bisnis women professional, aku
bingung memikirkannya.
"kudengar ada bel pintu, ada tamu kali" kata Pak Edwin dari ranjang
"eh..anu..enggak kok Pak" jawabku kaget agak terbata
"jangan panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru
saja terjadi, panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa
tahun lebih tua"
"iya teman lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulang biar besok dia kesini lagi" kataku
"ah nggak pa pa kok, santai saja" jawabnya ringan.
Aku kembali membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan
pintu, kini kulihat jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia
paling banter 26 tahun, makin membuat aku kepanasan.
"di dalam ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang
terjadi nanti suka atau nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku
memintamu untuk pulang tanpa melakukan apa apa kamu harus nurut, besok
aku telepon lagi, aku mohon pengertianmu" kataku pada Rino tegas.
"Nggak apa mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama
Rio dan aku orangnya easy going kok mbak, pandai membawa diri" katanya
lalu kupersilahkan masuk.
Kulihat Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku
jadi canggung diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa
mengenalkan mereka berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba
Edwin bangkit dari ranjang dan dengan tetap telanjang dia ke kamar
mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino yang hanya dibalas dengan senyuman
nakal.
"wah ngganggu nih" celetuk Rino
"ah enggak udah selesai kok"jawabku singkat
"baru akan mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi
terserah kamu, tapi itu tergantung sama Lily" teriak Edwin dari kamar
mandi, entah basa basi atau bercanda atau serius aku nggak tau.
"Rio udah cerita sama aku mengenai mbak" bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edwin.
Edwin keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku
menarikku dalam pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan
keberadaan Rino dia melorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan
mereka berdua. Kami kembali berpelukan dan berciuman, tangan Edwin mulai
menjamah buah dadaku, meraba raba dan meremasnya. Ciumannya turun ke
leherku hingga aku mendongak kegelian, kemudian Edwin mengulum putingku
secara bergantian, kuremas remas rambutnya yang terbenam di kedua buah
dadaku.
Kulihat Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju
tapi kini dia hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan
dibaliknya sungguh besar seakan celana dalamnya tak mampu menampung
kebesarannya.
Badannya begitu atletis tanpa lemak di perut menambah ke-sexy-annya.
Melihat potongan tubuhnya berahiku menjadi cepat naik disamping
rangsangan dan serbuan dari Edwin di seluruh tubuhku, kupejamkan mataku
sambil menikmati cumbuan Edwin.
Ketika jilatan Edwin mencapai selangkanganku, kuraskan pelukan dan
rabaan di kedua buah dadaku dari belakang, kubuka mataku ternyata Edwin
sedang sibuk di selangkanganku dan Rino berada di belakangku. Sambil
meraba raba Rino menciumi tengkuk dan menjilati telingaku membuat aku
menggelinjang kegelian mendapat rangsangan atas bawah depan belakang
secara bersamaan, terutama yang dari Rino lebih menarik konsentrasiku.
Mereka merebahkan tubuhku di ranjang, Edwin tetap berkutat di vaginaku
sementara Rino beralih mengulum putingku dari kiri ke kanan. Kugapai
penis Rino yang menegang, agak kaget juga mendapati kenyataan bahwa
penisnya lebih panjang, hampir dua kali punya Edwin meski batangnya
tidak sebesar dia, tapi bentuknya yang lurus ke depan dan kepalanya yang
besar membuat aku semakin ingin cepat menikmatinya, kukocok kocok untuk
mendapatkan ketegangan maximum dari penisnya.
Edwin membalikkan tubuhku dan memintaku pada posisi doggie, Rino secara
otomatis menempatkan dirinya di depanku hingga posisi penisnya tepat
menghadap ke mukaku persisnya ke mulutku.
Untuk kedua kalinya Edwin melesakkan penisnya ke vaginaku dan langsung
menyodok dengan keras hingga penis Rino menyentuh pipiku. Kuremas penis
itu ketika Edwin dengan gairahnya mengobok obok vaginaku. Tanpa sadar
karena terpengaruh kenikmatan yang diberikan Edwin, kujilati Penis Rino
dalam genggamanku dan akhirnya kukulum juga ketika Edwin menghentakkan
tubuhnya ke pantatku, meski tidak sampai menyentuh dinding terdalam
vaginaku tapi kurasakan kenikmatan demi kenikmatan pada setiap
kocokannya. Kukulum penis Rino dengan gairah segairah kocokan Edwin
padaku, Rino memegang kepalaku dan menekan dalam dalam sehingga penisnya
masuk lebih dalam ke mulutku meski tidak semuanya tertanam di dalam.
Sambil mengocok tangan Edwin meraba raba punggungku hingga ke dadaku,
sementara Rino tak pernah memberiku peluang untuk melepaskan penisnya
dari mulutku.
"eegghhmm.. eegghh" desahku dari hidung karena mulutku tersumbat penis Edwin.
Tak lama kemudian Edwin menghentikan kocokannya dan mengeluakan penisnya
dari vaginaku meski belum kurasakan orgasmenya, Rino lalu menggantikan
posisi Edwin, dengan mudahnya dia melesakkan penisnya hingga masuk semua
karena memang batangnya lebih kecil dari penis Edwin, kini ini
kurasakan dinding bagian dalam vaginaku tersentuh, ada perasaan
menggelitik ketika penis Rino menyentuhnya. Dia langsung mengocok
perlahan dengan penuh perasaan seakan menikmatai gesekan demi gesekan,
makin lama makin cepat, tangannya memegang pinggangku dan menariknya
berlawanan dengan gerakan tubuhnya sehingga penisnya makin masuk ke
dalam mengisi rongga vaginaku yang tidak berhasil terisi oleh penis
Edwin.
Ada kenikmatan yang berbeda antara Edwin dan Rino tapi keduanya
menghasilkan sensasi yang luar biasa padaku saat ini. Cukup lama Rino
menyodokku dari belakang, Edwin entah kemana dia tidak ada di depanku,
mungkin dia meredakan nafsunya supaya tidak orgasme duluan.
Rino lalu membalikku, kini aku telentang di depannya, ditindihnya
tubuhku dengan tubuh sexy-nya lalu kembali dia memasukkan penisnya,
dengan sekali dorong amblaslah tertelan vaginaku, dengan cepat dan keras
dia mengocokku, penisnya yang keras dengan kepala besar seakan mengaduk
aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang
kudapat.
"eehh..yess..fuck me hard..yess" desahku mulai ngaco menerima gerakan
Rino yang eksotik itu. Sambil mendesah kupandangi wajah tampan Antonio
Banderas-nya yang menurut taksiranku tidak lebih dari 26 tahun, membuat
aku makin kelojotan dan tergila gila dibuatnya. Kulihat Edwin berdiri di
samping Rino, tatapan mataku tertuju pada penisnya yang terbungkus
kondom yang menurutku aneh, ada asesoris di pangkal kondom itu,
sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia dan dia
membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino
menarik keluar penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu.
Tapi kekecewaan itu tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan
posisinya, begitu penisnya mulai melesak masuk kedalam tak kurasakan
perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu penisnya masuk semua mulailah
efek dari kondom berkepala itu kurasakan, ternyata kepala kondom itu
langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin menghunjam tajam ke
vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin mengocok
vaginaku, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang
aneh tapi begitu penuh gairah.
Edwin merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati
sensasinya. Rino kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu
tubuhnya naik ke atas tubuhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku,
disodorkannya penisnya ke mulutku, aku tak bisa menolak karena posisinya
tepat mengarah ke mulut, kucium aroma vaginaku masih menempel di
penisnya, langsung kubuka mulutku menerima penis itu. Sementara kocokan
Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya tak terkirakan, tapi aku
tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang keluar masuk
mulutku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah,
membuatku kewalahan menerima kenikmatan ini.
Setelah cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik
keluar penisnya dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke
vaginaku, tak lama kemudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang
tertanam di vaginaku, denyutannya seakan memelarkan vaginaku karena
terasa begitu membesar saat orgasme membuatku menyusul beberapa detik
kemudian, dan kugapailah kenikmatan puncak dari permainan sex, kini aku
bisa mendapatkan orgasme dari Edwin. Tahu bahwa Edwin telah mendapatkan
kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi Edwin, tapi itu tak lama,
dia memintaku untuk di atas dan kuturuti permintaannya.
Rino lalu telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku
hingga penisnya bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Aku langsung mengocok penisnya dengan gerakan menaik turunkan pantatku,
buah dadaku yang menggantung di depannya tak lepas dari jamahannya,
diremasnya dengan penuh gairah seiring dengan kocokanku. Gerakan
pinggangku mendapat perlawanan dari Rino, makin dia melawan makin dalam
penisnya menancap di vagina dan makin tinggi kenikmatan yang kudapat.
Karena gairahku belum turun banyak saat menggapai orgasme dengan Edwin,
maka tak lama kemudian kugapai lagi orgasme berikutnya dari Rino,
denyutanku seolah meremas remas penis Rino di vaginaku.
"OUUGGHH.. yess.. yess.. yess" teriakku
Rino yang belum mencapai puncaknya makin cepat mengocokku dari bawah,
tubuhku ambruk di atas dadanya, sambil tetap mengocokku dia memeluk
tubuhku dengan erat, kini aku Cuma bisa mendesah di dekat telinganya
sambil sesekali kukulum. Tak berapa lama kemudian Rino pun mencapai
puncaknya, kurasakan semprotan sperma dan denyutan yang keras di
vaginaku terutama kepala penisnya yang membesar hingga mengisi semua
vaginaku.
"oouuhh..yess..I love it" teriakku saat merasakan orgasme dari Rino.
Kurasakan delapan atau sembilan denyutan keras yang disusul denyutan
lainnya yang melemah hingga menghilang dan lemaslah batang penis di
vaginaku itu.
Kami berpelukan beberapa saat, kucium bibirnya dan akupun berguling
rebahan di sampingnya, Rino memiringkan tubuhnya menghadapku dan
menumpangkan kaki kanannya di tubuhku sambil tangannya ditumpangkan di
buah dadaku, kurasakan hembusan napasnya di telingaku.
"mbak Lily sungguh hebat" bisiknya pelan di telingaku.
Aku hanya memandangnya dan tersenyum penuh kepuasan. Cukup lama kami
terdiam dalam keheningan, seolah merenung dan menikmati apa yang baru
saja terjadi.
Akhirnya kami dikagetkan bunyi "beep" satu kali dari jam tangan Rino yang berarti sudah jam 1 malam.
"Rino, kamu nginap sini ya nemenin aku ya, Koh Edwin kalau nggak
keberatan dan tidak ada yang marah di rumah kuminta ikut nemenin,
gimana?" pintaku
"Dengan senang hati" jawabnya gembira, Rino hanya mengangguk sambil mencium keningku.
Kami bertiga rebahan di ranjang, kumiringkan tubuhku menghadap Edwin,
kutumpangkan kaki kananku ke tubuhnya dan tanganku memeluk tubuhnya,
sementara Rino memelukku dari belakang, tangannya memegang buah dadaku
sementara kaki kanannya ditumpangkan ke pinggangku.Tak lama kemudian
kami tertidur dalam kecapekan dan penuh kenangan, aku berada ditengah
diantara dua laki laki yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.
Entah berapa lama kami tidur dengan posisi seperti itu ketika kurasakan
ada sesuatu yang menggelitik vaginaku, kubuka mataku untuk menepis
kantuk, ternyata Rino berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku dari
belakang dengan posisi seperti itu. Kuangkat sedikit kaki kananku untuk
memberi kemudahan padanya, lalu kembali dia melesakkan penisnya ke
vaginaku, aku masih tidak melepaskan pelukanku dari Edwin sementara Rino
mulai mengocokku dari belakang dengan perlahan sambil meremas remas
buah dadaku. Tanganku pindah ke penis Edwin dan mengocoknya hingga
berdiri, tapi anehnya Edwin masih memejamkan matanya, sepuluh menit
kemudian Rino kurasakan denyutan kuat dari penis Rino pertanda dia
orgasme, tanpa menoleh ke Rino aku melanjutkan tidurku, tapi ternyata
Edwin sudah bangun, dia memintaku menghadap ke Rino ganti dia yang
mengocokku dari belakang seperti tadi sambil aku memeluk tubuh Rino dan
memegangi penisnya yang sudah mulai melemas.
Berbeda dengan kocokan Rino yang pelan pelan, Edwin melakukan kocokan
dengan keras disertai remasan kuat di buah dadaku sampai sesekali aku
menjerit dalam kenikmatan, cukup lama Edwin mengocokku hingga aku
mengalami orgasme lagi beberapa detik sebelum dia mengalaminya, kemudian
kami melanjutkan tidur yang terputus.
Kami terbangun sekitar pukul delapan ketika telepon berbunyi, kuangkat dan ternyata dari Andi.
"pagi bu, udah bangun?" tanyanya dari seberang
"pagi juga Andi, untung kamu bangunin kalau tidak bisa ketinggalan
meeting nih, oke kita ketemu di bawah pukul 9, tolong di atur tempat
meetingnya, cari yang bagus" jawabku memberi perintah
"beres bu" jawabnya
"Edwin, aku ada meeting dengan Pak Reza jam 10, kamu bagaimana?" tanyaku
"lho meetingnya kan juga sama sama aku" jawab Edwin
"oh ya? dia tidak pernah cerita tuh, dia Cuma bilang meetingnya antara aku, dia dan satu orang lagi rekannya"
"oke anyway, aku tak mau datang ke tempat meeting dengan pakaian yang sama dengan kemarin"
"Ayo mandi lalu kita cari pakaian di bawah" kataku
"Rino, kamu boleh tinggal disini atau pergi, tapi yang jelas aku nanti
memerlukanmu setelah meeting" kataku sambil menuju ke kamar mandi
menyusul Edwin yang mandi duluan.
Kami berdua mandi dibawah pancuran air hangat, kami saling menyabuni
satu sama lain, dia memelukku dari belakang sambil meremas remas buah
dadaku dan menjilati telingaku, kuraih penisnya dan kukocok, tubuh kami
yang masih berbusa sabun saling menggesek licin, ternyata membuatku
lebih erotis dan terangsang. Tanpa menunggu lebih lama kuarahkan angkat
kaki kananku dan mengarahkan penisnya ke vaginaku, dengan ketegangannya
ditambah air sabun maka mudah baginya untuk masuk ke dalam, Edwin
langsung menancapkan sedalam dia bisa. Pancuran air panas membasahi
tubuh kami berdua lebih romantis rasanya, tapi itu tak berlangsung lama
ketika Edwin menyemprotkan spermanya di dalam vaginaku, tidak banyak dan
tidak kencang memang tapi cukuplah untuk memulai hari ini dengan dengan
penuh gairah.
Setelah mandi aku mengenakan pakaian kerja resmi, entah mengapa kupilih
pakaian yang resmi tapi santai, mungkin karena terpengaruh perasaanku
yang lagi bergairah maka tanpa bra kukenakan tank top dan kututup dengan
blazer untuk menutupi putingku yang menonjol di balik tank top-ku, lalu
kupadu dengan rok mini sehingga cukup kelihatan resmi, aku merasa sexy
dibuatnya.
Kutinggalkan amplop berisi uang di meja dan kucium Rino.
"Kalau kamu mau mau keluar ada uang di meja, ambil saja ntar aku hubungi
lagi, kalau mau tinggal up to you be my guest" bisikku yang dibalas
ciuman dan remasan di buah dadaku.
Pukul 9:15 kami keluar kamar, bersamaan dengan Andi keluar dari kamarnya
tepat ketika aku keluar bersama Edwin dan Rino memberiku ciuman di
depan pintu, dia menoleh ke arah kami tapi segera memalingkan wajahnya
ke arah lain seolah tidak melihat, tapi aku yakin dia melihatnya.
"Morning Andi" sapaku
"eh morning Bu, ruang meeting sudah aku atur dan semua dokumen sudah
saya siapkan, copy file-nya ada di laptop ibu" jawabnya memberi laporan
ketika kami menuju lift.
"Thanks Ndi" jawabku singkat.
Kami bertiga terdiam di lift, aku yang biasanya banyak bicara mencairkan
suasana jadi kaku dan salah tingkah, masih memikirkan apa yang ada di
pikiran Andi bahwa aku keluar dari kamar dengan seorang laki laki dan
ada laki laki lainnya di kamarku, ah persetan pikirku, saking kikuknya
sampai aku lupa mengenalkan Edwin pada Andi. Dalam kebekuan kuamati Andi
dari bayangan di cermin lift, baru kusadari kalau sebenarnya Andi
mempunyai wajah tampan dan berwibawa, meski umurnya baru 27 tahun tapi
ketegasan tampak di kerut wajahnya. Sedikit lebih tinggi dariku tapi
karena aku pakai sepatu hak tinggi, maka kini aku lebih tinggi darinya,
posturnya tubuhnya cukup proporsional karena dia sering cerita kalau
fitness secara teratur 3 kali seminggu, aku baru sadar bahwa selama ini
aku nggak pernah melihat Andi sebagai seorang laki laki, tapi lebih
kepada pandangan seorang Bos ke anak buahnya.
Diluar dugaan, Andi ternyata memergokiku saat mengamatinya, pandangan mata kami bertemu di pantulan cermin.
"Ting", untunglah lift terbuka, aku segera keluar menghindar dari
pandangan Andi, kami langsung breakfast setelah terlebih dulu mencarikan
Edwin pakaian dan dasi pengganti, meski Shopping Arcade masih belum
buka karena terlalu pagi, tapi dengan sedikit paksaan akhirnya mereka
mau juga melayani kami.
"Eh Bu Lily, saya kok belum dikenalin dengan Mas ini" Tanya Edwin bersikap resmi, mengingatkanku akan kekonyolanku pagi ini.
"Oh iya, Andi, ini Pak Edwin, clien dari Pak Reza yang akan menjual
produk kita ke Cina yang berarti Clien kita juga, dan nanti Pak Edwin
akan gabung dengan kita di meeting" kataku yang disambut uluran tangan
Edwin ke Andi.
"Pak Edwin, Andi ini salah satu orang kepercayaan saya, dialah yang in
charge nanti, meski baru dua tahun ikut saya tapi naluri bisnisnya boleh
di uji" lanjutku memuji Andi, itu biasa kulakukan untuk memperbesar
rasa percaya diri anak buah sekaligus supaya
clien lebih confident
No comments:
Post a Comment