Kata orang, akulah orang yang paling bahagia di dunia. Bayangkan tinggal
di Surabaya yang disebut-sebut merupakan kota besar kedua di Indonesia
dengan uang banyak, memiliki puluhan perusahaan dan cabang-cabangnya di
seluruh Indonesia, isteri cantik dan sexy, dan semua orang mengenalku
dengan baik. Tapi dalam hati kecilku, aku merasa ada sesuatu yang
kurang. Setelah menikah kurang lebih 3 tahun, kami belum dikaruniai
anak. Memang kelemahannya ada pada diriku. Walaupun aku ganteng dan
berbadan tinggi besar dan tegap, aku selalu mengalami kegagalan saat
berhubungan intim dengan isteri. Ya, sekitar dua tahun sebelum kami
menikah, aku mengalami kecelakaan lalu lintas. Motorku ditabrak dari
belakang oleh sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi dan
berusaha mendahului motor yang kukendarai. Saat itu ternyata ada mobil
yang muncul dari arah berlawanan, sehingga untuk menghindari "adu
kambing" truk itu membanting stir ke kiri dan menabrak motorku. Aku
terjungkal dan terbanting ke aspal di siang bolong. Untunglah aku tidak
cedera. Hanya kedua tanganku sedikit tergores dan pantatku sakitnya
bukan main. Rupanya aku jatuh terduduk di pinggir jalan aspal dekat
trotoar jalan. Seorang bapak yang ikut menyaksikan kecelakaan itu segera
memapahku berdiri dan membawaku ke rumah sakit terdekat. Sejak itu,
jika aku berhubungan dengan Lilian, isteriku, aku selalu tidak dapat
melaksanakan tugasku dengan baik. Penisku tidak bisa berdiri. Kadang
bisa berdiri tapi sebentar belum juga masuk dengan pas.. eh.. sudah
menyemprotkan cairan mani.
Beberapa dokter telah kudatangi. Tapi kesembuhanku belum juga muncul.
Tadinya muncul ide agar aku mencoba-coba untuk "jajan" di lokalisasi.
"Ah.." pikirku lagi, "Nanti malah kena AIDS atau HIV. Lebih repot lagi
kan?" Nah, suatu hari aku mendengar dari teman karibku, Hartono, bahwa
di Jakarta katanya ada seorang dokter spesialis yang bisa menyembuhkan
kelainan-kelainan seks dengan biaya terjangkau dan tanpa efek samping.
Lalu dengan persetujuan isteriku, aku pun mengambil cuti selama seminggu
untuk berangkat ke sana. Karena punya sanak famili yang tinggal di
bagian barat Jakarta, aku pun tanpa kesulitan menemukan dokter yang
kucari. Tempat prakteknya ternyata terletak di lantai 18 sebuah
apartemen mewah di pusat kota. Aku tadinya merasa deg-degan dan agak
malu untuk naik ke sana. Bagaimana kalau dokter itu menyarankan yang
tidak-tidak kepadaku? Lalu.. apakah hasilnya akan maksimal seperti yang
kuharapkan? Berbagai pertanyaan lain terus saja bergema dalam hati
kecilku. Namun bila kuingat raut wajah Lilian yang cemberut dan penuh
kekecewaan bila penisku tidak bisa tegang atau baru masuk ke permukaan
vaginanya, aku sudah ejakulasi.. wah.. lebih baik aku mencoba saja ke
sana deh, siapa tahu ada mujizat yang terjadi. Benar kan?
Saat aku sampai di ruangan kantor yang amat mewah itu, kulihat seorang
gadis cantik yang masih berumur sekitar 22-23 tahun sedang menulis
sesuatu dan kemudian memandangku dengan ramah.
"Mau ikut terapi, Pak?" ia bertanya dengan seulas senyum di bibirnya yang mungil.
"Ya, maaf.. Dokternya ada?" tanyaku ragu-ragu.
"Hari ini kebetulan Dokter Amy Yip sedang tidak ada pasien.." ujarnya.
"Dokter Amy Yip... Kok kayak nama bintang film mandarin sih, Mbak... apa ia berasal dari Hongkong?"
"Betul sekali... Memang namanya Yip Chi Mei, ia seorang dokter spesialis
terapi seksual asal Indonesia lulusan Hongkong Medical College... dan
ia lebih suka dipanggil dengan nama Dokter Amy Yip." katanya memberi
penjelasan.
Setelah mengisi formulir yang berisi data-data pribadi, aku langsung
diantar ke tempat prakter dokter itu. Gadis yang belakangan kuketahui
bernama Sally itu kemudian mengetuk pintu ruang praktek Dokter Amy Yip.
Pintu pun dibuka dari dalam. Benar saja dugaanku. Di sana berdiri
seorang wanita cantik mengenakan blazer hitam dan berumur sekitar 30
tahun. Ia berambut ikal sebahu. Oh ternyata ini dokternya!
"Maaf Dok... ini ada Bapak Kuntoro dari Surabaya ingin ikut terapi...
ini data-data lengkapnya." ujar Sally sambil memberikan formulir yang
sudah kuisi dan mempersilakan aku masuk ke kantor itu. Sally pun
berjalan kembali ke meja kerjanya di depan ruangan itu.
"Silakan masuk, Pak..." ujar dokter cantik itu.
"Baik, terima kasih." jawabku singkat.
Setelah kami duduk di dalam ruang praktek itu, Dokter Amy Yip kemudian
mulai menanyakan beberapa hal yang amat pribadi padaku. Karena kupikir
ia seorang dokter yang harus tahu benar keadaan dari kehidupan seks
rumah tanggaku, aku pun membeberkan semuanya. Salah satu pertanyaannya
adalah, "Kira-kira Bapak bisa tahan berapa lama dalam berhubungan intim
dengan isteri?" atau, "Gaya apa yang paling Bapak sukai bila berhubungan
dengan isteri?"
Mendengar semua jawabanku, ia pun mengangguk-angguk tanda mengerti. Lalu
dengan sorot mata tajam ia memandangku serta berkata, "Pak Kuntoro,
saya rasa sebaiknya kita bisa mengadakan terapi seks sekarang juga. Di
sebelah sana ada ranjang yang bisa Bapak gunakan untuk itu... Di sana
saya akan menguji ketahanan Bapak untuk tidak berejakulasi selama
beberapa menit... kalo memungkinkan nanti kita bisa berhubungan badan
guna proses penyembuhan lebih lanjut. Gimana Pak.. apa Bapak setuju?"
"Wah... ini toh yang namanya terapi seks. Kalau begini sih pasti aku mau sekali," pikirku dalam hati.
Tanpa pikir panjang lagi aku menyahut, "Baiklah... Terserah Dokter saja, gimana baiknya..."
Dalam pikiranku tiba-tiba muncul bayangan gimana kira-kira bentuk tubuh
Dokter Amy Yip ini nanti kalau ia telanjang. Pikiran seperti ini
langsung saja membuat penisku tiba-tiba menegang dan keras.
Kemudian kami berjalan menuju ranjang terapi yang dimaksud. Setelah aku
duduk dengan bersandarkan bantal, dokter cantik itu duduk dengan santai
di hadapanku. Ia kemudian dengan sengaja membuka semua baju luarnya.
Akhirnya yang tertinggal hanya BH dan celana dalamnya. "Pak Kuntoro,
silakan Bapak meraba-raba saya... terserah Bapak mau meraba bagian tubuh
saya yang mana... nanti kita lihat berapa menit waktu yang Bapak
perlukan untuk ejakulasi..." perintahnya. Tentu saja aku mau
melakukannya dengan senang hati. Wong yang di depanku, tubuh dokter itu
begitu mulus dan putih. Payudaranya saja begitu menonjol ke depan.
Mungkin ukuran 38B, seperti hendak meloncat keluar dari penutupnya.
Dengan pelan kuelus wajah dokter itu, lalu lehernya yang jenjang.
Kemudian tangan kananku turun ke bukit kembarnya. Kuraba pelan dan
kuremas-remas. Lalu tangan kiriku bergerak menuju CD-nya. Namun,
sekonyong-konyong ada sesuatu yang mau meledak dalam tubuhku. Aku
buru-buru menghentikan rabaan-rabaanku. Aku berusaha segera membuka
celana panjang yang kukenakan. Namun terlambat sudah. Penis andalanku
sudah menyemprot dengan derasnya. Aku hanya bisa mengepalkan tangan
sambil menutup mata. "Sialan!" ujarku. Celana panjangku terutama di
bagian pangkal paha tentu saja basah tidak karuan.
"Cuma dua menit kurang 25 detik... saya rasa keadaan ini masih bisa
disembuhkan, Pak... Sebelumnya ada pasien saya yang lebih buruk
keadaannya... asal Bapak mau telaten berobat tiap hari ke sini..."
Dokter Amy Yip menimpali setelah melihat arloji yang dikenakannya.
Hari itu terapi seks yang harus kujalani selesai sudah. Setelah
mengenakan pakaiannya kembali dan kami kembali duduk di meja kerjanya,
dokter itu lalu berkata, "Mohon diingat ya, Pak... apa yang kita lakukan
barusan hanyalah sebatas untuk terapi... bukan untuk dilakukan di luar
jam kerja saya..." Oh, aku mengerti maksudnya. Ia tidak mau kuajak
kencan di luar praktek terapinya. Itu peraturannya. Ah tidak apa-apa
bagiku. Toh aku orangnya setia pada isteriku. Walau Lilian lebih galak
dari dokter ini, namun ia kan isteriku dan mantan pacarku. Iya kan?
Keesokan harinya, masih dengan terapi yang sama. Cuma Dokter Amy kini
tidak mengenakan BH. Benar adanya, kedua bukit kembarnya itu begitu
besar, kencang dan amat menantang. Putingnya berwarna merah kecoklatan
seperti tegak siap untuk disedot. Ia berkata, "Silakan Bapak mau meremas
atau mengulum atau menjilat payudara saya... terserah... saya hanya
ingin tahu Bapak bisa tahan berapa lama untuk tidak ejakulasi." Tanpa
menunggu perintah selanjutnya, aku langsung saja meraba dan meremas
kedua bukit kembarnya. Kemudian kuarahkan mulutku untuk merasakan
nikmatnya payudara itu. Aku menghisap, menjilat dan mengulum putingnya.
Ia tampak merem-melek menikmatinya. Ternyata dua menit berlalu. Dan
kembali aku mengalami ejakulasi. Spermaku tersemprot hebat. Untunglah
kali ini aku masih sempat membuka reitsleting celanaku dan mengarahkan
penisku yang sudah tegang dan membesar itu ke ember khusus untuk hasil
sperma terapi. "Dua menit lebih 5 detik... hari ini ada peningkatan,
Pak..." jawabnya sambil menyunggingkan senyum setelah semuanya selesai.
"Besok kita lanjutkan lagi. Jangan kuatir, Pak... Perkiraan saya pada
hari keempat nanti... waktu Bapak untuk tahan tidak ejakulasi pasti
lebih dari sepuluh menit. Saya jamin, Pak." Lalu hari itu kami pun
berpisah. Aku pulang ke hotel tempatku menginap dengan berbagai pikiran
tentang harapan kesembuhan selanjutnya yang akan kualami serta terapi
apa yang akan dilakukannya besok terhadap diriku.
Hari ketiga...
Kali ini kami berdua benar-benar telanjang bulat. Dokter Amy kini yang
mengambil inisiatif. Ia sengaja yang membuka pakaian yang kukenakan
sampai aku benar-benar bugil. Lalu kemudian ia membuka pakaiannya
sendiri. Saat ia melakukannya, matanya tak lepas dari memandang
senjataku. Entah apa yang ada di benaknya. Yang pasti saat itu senjataku
belum tegang bahkan hingga ia membuka CD-nya. Ketegangan dalam diriku
mungkin sedikit banyak tidak membantu dalam merangsang penis yang
kumiliki. Lalu ia duduk di pinggir ranjang. Kali ini dengan sengaja ia
meraih senjataku lalu dikocok-kocoknya dengan pelan tapi pasti.
Sementara tanganku diperbolehkan meraba apa saja yang ada di tubuhnya.
Setelah kocokannya mulai menampakkan hasil, ia pun menunduk dan
mengarahkan penisku ke mulutnya. Dengan telaten ia menjilat, menghisap
dan mengulum penis ajaibku. Wah... hampir saja aku ingin ejakulasi. Tapi
aku berusaha untuk menahannya sebab aku ingin mengetahui rasanya bila
ia terus mengobok-obok penisku.
Ia lalu menyuruhku untuk mengubah posisi. Kini aku disuruhnya untuk
menghisap klitorisnya, sedangkan ia dengan penuh semangat terus
menghisap dan menjilat-jilat penisku. Karena tidak tahan menghadapi
kuluman dan hisapan mulutnya, aku terpaksa harus melepaskan sesuatu yang
seperti akan meledak dalam diriku. Dan benar.. "Crot.. crot.. crot..
crot.." Dengan derasnya maniku tertumpah di dalam mulut dokter itu.
Entah sengaja atau tidak, Dokter Amy Yip tidak mau melepaskan penisku
dari mulutnya. Wah..! Setelah semprotan maniku habis, dan penisku
dibersihkan dengan tisu di tepi ranjang, kembali ia memberikan evaluasi
terapi yang kujalani. "Lumayan..." katanya sambil melirik jam tangan.
"Sepuluh menit lebih dua detik... Bapak pasti akan sembuh... Saya rasa
pada terapi kita yang terakhir akan benar-benar terbukti bahwa kondisi
ketahanan penis Bapak untuk tidak terlalu cepat berejakulasi saat
berhubungan intim adalah normal-normal saja. Bagaimana, Pak... apa Bapak
mau melanjutkan terapi yang terakhir besok?"
Tentu saja aku mau melanjutkannya. Wong disuruh berhubungan intim dengan
gratis saat terapi, siapa yang nggak mau? Aku pun kemudian mengiyakan
sarannya itu. Seperti yang kuduga ternyata keesokan harinya Dokter Amy
Yip tidak lagi mengenakan apa-apa di balik baju prakteknya. Aku pun
segera membuka semua pakaianku. Lalu dengan ganas kuserbu tubuhnya yang
sudah berbaring menantang di atas ranjang. Pertama kucium keningnya,
lalu turun ke bibir, pipi, leher hingga payudaranya yang amat kenyal
itu. Di sana kujilat dan kupelintir putingnya yang merah kecoklatan. Ia
pun merem-melek. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Kemudian
kepalaku bergerak menuju pangkal pahanya. Di sana kembali kujilati bibir
vagina dan klitorisnya. Kujulurkan lidahku ke dalam vaginanya sambil
tangan kananku terus meremas-remas payudaranya.
Setelah beberapa menit, ternyata penisku sudah berdiri tegang dan
mengeras. Tanpa menunggu diperintah lagi, kuarahkan penisku ke liang
kewanitaannya. Dengan sekali sentak, masuklah penisku dengan mudahnya.
Rupanya ia sudah tidak perawan. Tanpa susah payah aku terus menggenjot
dan memompa penisku agar bisa benar-benar memuaskan dirinya. Saat itu
aku lupa segalanya, terapi, isteriku yang sedang menunggu dengan harap
cemas di Surabaya, pekerjaan di kantor yang menumpuk, dll. Pokoknya
kesempatan ini tidak bisa dilewatkan. Sementara itu Dokter Amy Yip terus
saja menggoyang-goyangkan pantatnya dengan lembut. Ia mencoba untuk
mengimbangi serangan gencarku.
Sekitar lima belas menit berlalu. Dan tiba-tiba saja perasaanku seperti
melayang. Aku merasakan kenikmatan luar biasa. "Aku ingin keluar, Dok...
sebaiknya di dalam atau..." tanyaku di tengah-tengah kenikmatan yang
kurasakan. "Di dalam saja Pak... biar nikmat..." jawabnya seenaknya.
Rupanya ia pun akan mengalami orgasme. Dan benar, beberapa saat kemudian
ia orgasme. Kemaluanku seperti disemprot dalam liang vaginanya.
Sementara itu spermaku pun dengan derasnya mengalir ke dalam liang
vaginanya. Aku pun akhirnya jatuh tertidur di atas tubuhnya. Ternyata
dokter itu masih ingat bahwa apa yang kami lakukan adalah terapi. Ia
segera melirik arlojinya dan segera membangunkanku.
"Lima belas menit sepuluh detik... selamat Pak Kuntoro... kondisi Anda
kembali normal... bahkan sangat normal.." ujarnya sambil mengenakan
pakaiannya kembali dan menyalamiku. Aku yang baru saja keletihan
melayani nafsu seksnya tentu saja tertegun. Lima belas menit? Wah hebat.
Aku sembuh, Lilian! Aku sembuh! Hampir saja aku meloncat-loncat.
Setelah membereskan semuanya, aku pun segera pulang ke Surabaya malam
itu juga. Betapa bahagianya aku sekarang. Pasti Lilian akan gembira
menyambut kesembuhanku. Dan benar dugaanku. Saat ini sudah tiga bulan
kejadian itu berlalu. Lilian pun mulai menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Menstruasinya sudah terlambat seminggu. Untung ada dokter
seksi Amy Yip.
No comments:
Post a Comment