Mbak Menur, demikian biasanya bossku disapa di kantor. Mbak Menur
perempuan lajang dengan usia 37 tahun. Usia yang cukup terlambat bagi
perempuan untuk menikah. Tapi entah mengapa Mbak Menur memilih melajang.
Padahal wajah Mbak Menur terbilang ayu dengan ukuran tubuh
proporsional, bergelar Sarjana Hukum sekaligus menjabat General Manager
di perusahaan asuransi ternama di Indonesia.
Di ruangan kerjanya yang luas dan tertata rapi, Mbak Menur kerap
menerima tamunya. Mereka adalah klien ataupun tamu-tamu dengan banyak
kepentingan, tapi yang paling kerap mendatanginya adalah pria-pria muda
tampan berpenampilan modis bak model pria yang kerap kulihat di
majalah-majalah.
?Tedi, ke ruanganku sebentar dan bawa data klien kamu?, ucap Mbak Menur
tanpa senyum. Aku sempat khawatir, jangan-jangan ada yang salah dengan
pekerjaanku. Sejak aku diterima kerja empat bulan lalu, belum sekalipun
Mbak Menur memanggilku. Dengan perlahan kuketuk pintu ruang kerjanya
sambil membawa data yang dimintanya. Mbak Menur mempersilakanku duduk
dan mulai menanyakan kemajuan pekerjaanku. Maka dengan panjang lebar
kujelaskan progress dari pekerjaanku. Mbak Menur hanya sesekali menyela.
Hingga satu jam diskusi kami, Mbak Menur mengatakan, ?Tedi, besok aku
akan ke Solo untuk rapat dengan kepala cabang dan aku ingin kamu ikut?,
tegasnya. Aku hanya mengangguk cepat serta mengiyakan perintahnya.
Sesuai jam keberangkatan, kami bertemu di ruang tunggu. Mbak Menur hanya
sekilas menyapaku kemudian ia tenggelam kembali dengan buku bacaannya,
yang sepintas kulihat dari judulnya adalah sebuah novel ringan. Aku
hanya diam membisu tak berani menganggunya, maklumlah aku hanya seorang
asisten Manager.
Di pesawat kami tidak duduk berdampingan, karena kami check in
sendiri-sendiri. Tiba di Solo kami langsung pergi ke cabang perusahaan
dan masuk ke ruang rapat hingga malam hari guna mendiskusikan anggaran
2007. Aku hanya mendengarkan dan mencatat semua hasil keputusan rapat.
Tepat pukul 20.00 rapat berakhir dan segera kami mencari makan malam
bersama .
Kamar hotel yang kutempati kelas standar, namun aku menyukai interior
kamarnya yang bergaya minimalis. Saat aku sedang rebahan menikmati
tatanan kamar, telepon berdering. Dari Mbak Menur yang membutuhkan
pertolonganku untuk mencari obat sakit kepala, migrennya kumat.
Kuketuk pintu kamarnya perlahan guna mengantarkan obat pesanannya. Mbak
Menur membukanya dan memintaku masuk. Ragu aku masuki kamarnya yang
lebih luas dari kamarku dan segera menuju sofa. Mbak Menur mengeluh dan
nampak pucat sambil segera meraih sebotol air mineral untuk menelan obat
yang kuangsurkan. Mbak Menur memintaku membantu memijit kepala dan
lehernya agar sakitnya sedikit reda.
Tentu saja aku menyanggupi untuk memijitnya. Kami berdua saling membisu,
tak ada percakapan sedikitpun. Hingga tanpa kuduga tangan Mbak Menur
menyentuh tanganku dan menariknya masuk ke t-shirt menuju payudaranya.
Aku mengikuti saja apa maunya, kemudian diajarkannya aku untuk meremas
dan memainkan putingnya. Kelelakianku mulai bergejolak menginginkan
tubuhnya.
Masih dalam posisi duduk mebelakangi aku mencium kuduknya, menjilat
belakang kupingnya, hingga ia terengah-engah. Mbak Menur mulai memandu
tanganku menuju ke arah lipatan pahanya, menyusupkan jari telunjukku ke
celana dalamnya yang ternyata agak longgar, hingga memudahkan jari
jemariku menari. Dengan satu sentakan ia menarikku ke ranjang serta
membuangi segala benang yang menempel di tubuhnya kemudian terlentang
menungguku. Tanpa membuang waktu akupun menuju tubuhnya. Setelah
berkali-kali ia menjerit menunjukkan klimaks kepuasan, barulah aku
mengakhirinya. Kami kelelahan dan tertidur pulas.
Esok paginya Mbak Menur membangunkanku dan kembali mengajak bercinta.
Setelah usai bercinta kami mandi dan sarapan pagi bersama di restoran
hotel. Aku ijin untuk ke kamar mengambil laptop guna meneruskan rapat di
kantor cabang. Sesaat aku berada di kamar, suara ketukan terdengar di
pintu. Seraut wajah dengan penuh senyum lebar menyapaku. Dengan alasan
ingin melihat kamarku, Mbak Menur melangkah masuk.
Mbak Menur duduk di atas ranjang yang belum sempat kutiduri, ?Bercumbu
sebentar di sini yuk, kan tempat tidurmu belum terpakai?, ujarnya ringan
sambil mencopoti baju kerjanya satu persatu. Sejurus kemudian ia
menarikku untuk mencumbuinya lagi . Sungguh, aku lelah sekali, tapi aku
tak berani menolak, karena Mbak Menur adalah boss-ku.
No comments:
Post a Comment