Namaku Rudi tinggal di Bandung . Aku baru saja menyelesaikan kuliah di
salah satu universitas di Bandung . Saat ini aku mempunyai seorang pacar
bernama Maya. Maya tinggal bersama orang tuanya dan seorang kakak
wanita yang bernama Mbak Sylvia. Maya berusia 23 tahun sedangkan Mbak
Sylvia berusia sekitar 25 tahun, atau lebih tua 4 bulan dariku. Ada
peristiwa yang terjadi tanggal 20 November 2000 yang lalu, dan hal ini
akan kuceritakan kembali. Dalam tulisan ini aku hanya akan menggambarkan
tentang Mbak Sylvia karena memang dengan dialah peristiwa ini kualami.
Sama seperti aku, Mbak Sylvia pun baru saja menyelesaikan kuliahnya,
kemudian bekerja di sebuah perusahaan swasta. Mbak Sylvia mempunyai
seorang tunangan dan bekerja di sebuah BUMN di Surabaya. Mbak Sylvia itu
orangnya cantik dan mudah bergaul sehingga enak diajak bicara. Mbak
Sylvia memiliki tinggi sekitar 160 cm atau kira-kira 5 cm lebih pendek
dariku. Kelebihan yang dimiliki oleh Mbak Sylvia dibandingkan wanita
lain umumnya adalah kulit tubuhnya yang sangat putih dan juga sangat
mulus dengan rambut lebat tergerai sebahu. Selain itu payudara dan
pantatnya juga sangat indah menantang terutama jika kebetulan sedang
mengenakan celana pendek dan kaos singlet yang ketat. Aku sering mencuri
pandang jika Mbak Sylvia sedang mengenakan pakaian seksi tersebut.
Sering aku membayangkan, betapa nikmat rasanya jika aku bisa menjamah
tubuh mulusnya, tapi khayalan itu tidak pernah terwujud.
Suatu hari, saat itu hari minggu kira-kira jam 9 pagi, aku datang ke
rumah pacarku dengan maksud hendak mengajaknya pergi untuk makan siang
terakhir sebelum besoknya mau bersiap-siap untuk menghadapi puasa.
Rencananya sih mau ngasih kejutan, tapi ternyata rencana tersebut gagal.
Saat pertama datang, aku memang tidak melihat ada mobil yang biasa
parkir di garasinya. Dan ternyata benar saja setelah di bell
berkali-kali ternyata tidak ada seorangpun yang membukakan pintu
rumahnya, bahkan tidak juga pembantunya. Setelah mencoba beberapa kali,
karena tidak ada yang membukakan pintu juga aku memutuskan untuk kembali
pulang, tapi saat akan masuk ke mobil tiba-tiba keluar Mbak Sylvia
membukakan pintu, matanya kelihatan masih mengantuk, pasti baru bangun
gara-gara terganggu suara bell.
"Lho, Rudi mau ketemu Maya ya... ayo masuk dulu," kata Mbak Sylvia.
"Iya Mbak, tapi kok kayaknya lagi nggak ada di rumah ya," sahutku sambil
masuk ke rumah dan duduk di kursi ruang tamu. Sementara Mbak Sylvia
menutup pintu. Saat itu Mbak Sylvia hanya mengenakan daster tipis yang
pendek, sehingga bayangan celana dalamnya dengan jelas terpampang. Aku
sempat bengong dibuatnya.
"Iya kan sekarang semuanya pada pergi ke Sumedang, ya biasa nyekar kan besok puasa," Mbak Sylvia menjelaskan.
"Emangnya nggak janjian dulu?" sambungnya.
"Nggak Mbak, tadinya sih mau ngasih kejutan, tapi gagal," kataku sambil tersenyum.
"Tapi kok Mbak Sylvia nggak ikut, sendirian dong di rumah?" tanyaku
sambil memandang wajahnya, cantik sekali dia padahal baru bangun tidur.
"Iya soalnya Mbak baru tidur jam 3 pagi, abis chating, jadinya nggak ikut, soalnya ngantuk," katanya sambil tersenyum.
"Ya udah telpon aja dulu ke HP-nya Maya, kali aja lagi di jalan mau
pulang, soalnya tadi perginya dari jam 6. Udah ya ditinggal dulu Mbak
mau makan dulu, lapar nih. Eh, mau ikut makan nggak?" ajak Mbak Sylvia.
"Nggak Mbak, tadi udah." jawabku sambil beranjak hendak menelepon pacarku, sementara Mbak Sylvia pergi ke dapur untuk makan.
Setelah tersambung ke HP pacarku, terdengar suara Maya.
"Hallo?"
"Hallo Maya... ini Rudi," jawabku.
"Lho kok ada di rumah Maya? Ada apa?" serunya kaget.
"Iya.. tadinya sih mau ngajak Maya jalan tapi taunya nggak ada.." sahutku.
"Kenapa nggak ngomong dari kemarin? Tau mau ke rumah, Maya kan nggak akan ikut pergi," suara Maya terdengar agak menyesal.
"Ya udah pokoknya sekarang tungguin sampe Maya pulang! Awas kalo Maya
pulang udah nggak ada! Soalnya sekarang udah mau nyampe ke Sumedang kok,
mestinya sih nyampenya dari tadi, tapi jalannya maceeet banget, jadi
nyampenya telat padahal mestinya kan 1 jam juga udah nyampe," kata Maya
dengan nada yang manja.
"Iya.. Tapi cepet ya.." kataku.
"Iya.. nanti si Papa disuruh ngebut nyetirnya," kata Maya sambil ketawa.
"Eh, tadi dibukain Mbak Sylvia ya..? udah bangun emang?" tanya Maya.
"Iya.. Sekarang lagi makan tuh," jawabku.
"Ya udah dulu aja ya... mahal tuh pulsa," katanya, "Tapi tungguin ya..
biar nggak kesel nonton film aja.. ada VCD Charlie Angel's tuh baru
pinjem kemaren.." tambah Maya.
"Iya.. iya..." jawabku sambil menutup telepon.
Setelah itu aku duduk di sofa depan TV, kemudian menyalakan VCD dan
menontonnya. Di rumah pacarku itu aku sudah seperti di rumah sendiri,
ini dikarenakan aku sudah hampir 3 tahun berpacaran dengan Maya, jadinya
aku sudah sangat akrab dengan keluarga Maya. Bahkan rencananya bulan
maret ini kami mau tunangan.
Setelah beberapa saat menonton film, Mbak Sylvia keluar dari ruang makan.
"Gimana, udah nelponnya?" tanya Mbak Sylvia.
"Udah Mbak, terus disuruh nunggu nih," jawabku.
"Oh.. ya udah.. tunggu aja.. kalo mau minum atau makan ambil aja sendiri ya.. Mbak mau mandi dulu nih," kata Mbak Sylvia.
"Iya Mbak, makasih.." sahutku sambil menoleh ke arah Mbak Sylvia yang
berjalan melintasiku hendak mandi. Pandanganku kembali terpaku menatap
bayangan tubuhnya, pantatnya terlihat begitu ranum di balik daster
tipisnya, sampai Mbak Sylvia menghilang di balik pintu kamarnya. Aku
kemudian kembali menonton, sementara itu dari arah kamar Mbak Sylvia
terdengar suara air mengalir, karena letak kamar mandinya memang ada di
dalam kamar tidur Mbak Sylvia.
Setelah kira-kira 5 menit tiba-tiba terdengar telepon berbunyi, aku segera mengangkat telepon.
"Hallo," kataku.
"Iya.. bisa bicara dengan Sylvia?" terdengar seorang pria berkata.
"Oh, Sylvia-nya lagi mandi tuh... nanti aja telpon lagi," jawabku.
"Aduh.. gimana ya.. Saya ada keperluan penting nih.. tolong kalo bisa
dipanggil aja.. mungkin mandinya bisa ditunda dulu.. bilang aja ada
telpon dari Apin, tolong ya.." katanya, dari nada bicaranya keliatan
orang tersebut agak panik.
"Oh iya.. kalo gitu saya coba panggilin," kataku sambil meletakkan gagang telepon.
Setelah itu aku beranjak menuju kamar Mbak Sylvia. Kudorong pintu kamar
tidurnya yang memang agak terbuka, setelah di dalam aku memanggilnya
beberapa kali. "Mbak.. Mbak Sylvia.. ada telpon..." kataku. Namun tidak
ada jawaban, mungkin karena saat itu di kamar mandi airnya sedang
mengalir sehingga Mbak Sylvia tidak bisa mendengarku. Setelah mencoba
berkali-kali aku kemudian mencoba mengetuk pintu kamar mandinya. Namun
saat kuketok alangkah terkejutnya aku karena ternyata pintunya terbuka
sendiri, mungkin karena Mbak Sylvia tidak menutupnya dengan benar,
sehingga dengan sedikit sentuhan saja pintunya jadi terbuka. Begitu
pintunya terbuka terlihat Mbak Sylvia sedang membasuh tubuhnya yang
putih mulus di bawah shower dengan posisi tepat menghadapku, sehingga
dengan jelas terlihat sepasang payudara dan kemaluannya yang tertutup
bulu lebat. Mbak Sylvia terlihat kaget, dia segera menutup payudara
dengan kedua tangannya, sedangkan kaki kanannya agak disilangkan dengan
maksud untuk menutupi kemaluannya, namun akibatnya kini terlihat bagian
pantatnya yang padat dan seksi. Saat itu aku sangat kaget, senang
sekaligus takut, takut Mbak Sylvia menyangka aku sengaja berbuat kurang
ajar kepadanya.
"Eh.. ma.. maaf Mbak.. itu.. ee... ada telpon dari Apin, katanya penting
sekali..." kataku terbata-bata sementara tubuhku seperti mematung tanpa
bisa kugerakkan dengan mataku tetap manatap tubuhnya tanpa bisa
kukendalikan. "Oh.. iya.. bilang tunggu sebentar," katanya sambil tetap
menutupi payudara dan kemaluannya, sementara itu air dari shower terus
mengguyur tubuh Mbak Sylvia, sehingga memantulkan segala keindahan yang
dimiliki tubuh mulusnya.
Aku segera beranjak pergi dan kembali duduk di sofa dengan degup jantung
yang sangat cepat. Aku memang sering membayangkan tubuh indah kakak
pacarku ini jika sedang melamun, namun ternyata lamunanku salah, karena
kenyataannya tubuh Mbak Sylvia jauh lebih indah dari lamunanku selama
ini.
Sesaat kemudian terdengar langkah Mbak Sylvia keluar dari kamarnya dan
berjalan melintasiku. Mbak Sylvia menutupi tubuhnya dengan selembar
handuk, sehingga bagian pahanya dengan jelas terlihat begitu indah.
Kemudian dia mengangkat telepon dan berbicara dengan orang yang mengaku
bernama Apin itu. Dari pembicaraannya aku berkesimpulan Apin itu teman
sekantor Mbak Sylvia dan menanyakan tentang file di komputer kantornya
yang berisi catatan keuangan, karena kantor tempat mereka bekerja sedang
diaudit menjelang akhir tahun. Mereka bicara selama kurang lebih 5
menit, sementara itu aku terus memandangi tubuh Mbak Sylvia yang
membelakangiku. Aku memandangi paha mulusnya yang tertutup sekedarnya,
jika saja Mbak Sylvia agak membungkuk pasti pantatnya akan terlihat
cukup jelas. Aku terus menikmati pemandangan indah itu, rangsangannya
begitu kuat sehingga kemaluanku terasa menegang. Jika saja tidak
kutahan, ingin rasanya aku memeluk dan menciumi setiap jengkal tubuh
mulus Mbak Sylvia. Namun ada juga rasa khawatir jika saja Mbak Sylvia
memarahiku setelah kejadian tadi. Tapi kekhawatiranku ternyata tidak
terjadi, karena setelah selesai bicara di telepon, Mbak Sylvia sambil
tersenyum kecil kemudian berkata, "Kenapa Rud? kok bengong?"
"Nggak Mbak.. ee.. maaf tadi Mbak.. tadi nggak sengaja," kataku pelan.
"Iya.. udah.. nggak apa-apa..." sahut Mbak Sylvia sambil berlalu kembali ke kamarnya.
Setelah itu terdengar kembali suara shower mengalir tanda Mbak Sylvia
meneruskan mandinya yang sempat tertunda. Sementara itu aku tertegun di
sofa, seolah tidak percaya akan semua kejadian yang baru saja kualami.
Dan sungguh, setelah melihat reaksi Mbak Sylvia yang kelihatannya tidak
marah, nafsu birahiku pun memuncak. Saat itu dalam pikiranku hanya satu,
aku harus bisa menikmati tubuh Mbak Sylvia, tidak terpikir sama sekali
pacarku Maya yang selama ini sangat kucintai, saat itu aku seoleh
terbius oleh kemolekan tubuh Mbak Sylvia. Telingaku terus mendengarkan
setiap bunyi yang terdengar dari kamar mandi Mbak Sylvia sambil
mambayangkan kira-kira apa yang sedang dilakukan Mbak Sylvia saat itu.
Sementara mataku sekali-sekali menatap pintu kamar Mbak Sylvia yang
terbuka sedikit seolah melambai mengajakku untuk masuk.
Apa yang harus kulakukan? Batinku terus bertanya-tanya. Mataku melihat
ke arah jam tanganku, jam 9:40, berarti Maya tidak akan pulang
sedikitnya 1 jam dari sekarang. Akhirnya dengan nekad, kudekati kamar
Mbak Sylvia dan aku kembali masuk ke kamarnya, saat itu ada perjudian di
benakku, jika sedikit kudorong pintu kamar mandinya tetap tertutup
berarti Mbak Sylvia tidak menginginkanku, sedangkan jika terbuka berarti
Mbak Sylvia memang berharap aku untuk menyentuhnya.
Setelah menarik nafas panjang aku kemudian mendorong pintu kamar mandi
Mbak Sylvia. Dan ternyata harapanku terkabul, ternyata kamar mandi
tersebut tetap tidak terkunci, dengan sedikit dorongan pintu itupun
terbuka. Kembali aku melihat pemandangan yang indah terpampang di
hadapanku, Mbak Sylvia masih tetap telanjang dengan tangannya membasuh
rambut dan tubuh mulusnya. Ketika melihat aku membuka pintu kamar
mandinya, kali ini Mbak Sylvia tidak menutupi payudara dan kemaluannya,
Mbak Sylvia hanya memandang ke arahku dan kembali membasuh tubuhnya
seolah mempertontonkan keindahan tubuhnya dan mengajakku untuk
mencumbunya. Aku kembali terdiam terpana seolah lupa akan niat semula,
entah apa yang harus kuperbuat.
Tiba-tiba terdengar suara Mbak Sylvia membuyarkan lamunanku.
"Ada apa Rud? Ada telpon lagi? apa mau ikut mandi?" sapanya menggodaku.
Aku tertegun sejenak. "Eee... boleh ikut mandi Mbak?" kataku takut-takut.
Mbak Sylvia tidak menjawab, dia hanya terseyum sambil membalikkan
tubuhnya membelakangiku, seolah ingin mempertontonkan pantatnya yang
sangat indah.
"Tapi kunci dulu pintu keluar rumahnya, tadi belum dikunci," kata Mbak Sylvia.
Setengah berlari aku keluar kamar dan mengunci pintu depan rumah
tersebut, setelah itu kembali masuk ke kamar mandi Mbak Sylvia. Aku
segera membuka seluruh pakaianku dan melemparkannya ke atas tempat tidur
Mbak Sylvia. Sementara itu Mbak Sylvia tetap dengan posisinya
membelakangiku sambil mempermainkan air yang mengguyur tubuhnya.
Perlahan aku menghampirinya, terasa percikan air menerpaku, setelah
sangat dekat dengan penuh gairah aku meyentuh pantat Mbak Sylvia, padat
dan ranum. Aku mengelusnya sesaat dan kemudian menciuminya. Mbak Sylvia
terlihat agak menggerinjal kegelian. "Ih.. Rud.. geli..." katanya. Tapi
aku tidak peduli, aku terus mempermainkan lidahku di permukaan pantatnya
yang mulus sementara rambut dan kepalaku telah basah oleh air tetap
mengalir.
Setelah puas aku kembali mundur dan memandangi tubuh Mbak Sylvia. Mbak
Sylvia kemudian menoleh sambil tersenyum menantang. "Kok diem Rud..."
katanya. Aku kembali menghampirinya dan dengan segenap perasaan aku
memeluknya dari belakang sementara kemaluanku yang telah berdiri tegak
menyentuh belahan pantatnya. Nikmat sekali rasanya. Tanganku pun mulai
meraba setiap permukaan tubuh Mbak Sylvia yang dapat dijamah, sedangkan
lidahku menjilati lehernya yang jenjang. Tanganku kemudian terpaku di
payudara Mbak Sylvia, terasa lembut dan kenyal, sangat nikmat terasa.
Aku segera meremas payudara Mbak Sylvia dengan penuh perasaan, sementara
tubuh Mbak Sylvia menggerinjal- gerinjal bak penari yang membuat
kemaluanku serasa dipermainkan oleh pantat Mbak Sylvia yang terasa
hangat. "Oh.. Rud.. terus sayang... Oohhh..." Mbak Sylvia merintih manja
sambil tetap meliuk-liukkan tubuhnya sementara tangannya diangkat ke
atas, sehingga payudaranya semakin terasa nikmat disentuh.
Setelah puas menikmati bagian belakang tubuhnya dengan perlahan aku
membalikkan tubuh Mbak Sylvia, sehingga kini dengan jelas terpampanglah
keindahan tubuh seorang wanita cantik yang menggerinjal- gerinjal oleh
sentuhan lembutku. Aku semakin bernafsu melihatnya, tanganku kembali
meremas-remas payudaranya sementara mataku dengan liar menelusuri tubuh
Mbak Sylvia. Mata Mbak Sylvia memandangku dengan penuh gairah dengan
mulut terus merintih merasakan kenikmatan yang kuberikan. "Rud...
oooh... ooohh..." suara itu terdengar berulang-ulang keluar dari
mulutnya. Aku semakin bergairah dibuatnya, maka dengan penuh nafsu aku
menciumi bibirnya dan melumatnya penuh birahi.
Sementara mulutku melumat bibirnya, lidahku kugunakan untuk menjelajahi
rongga mulutnya, lidahku dan lidah Mbak Sylvia saling bersentuhan dengan
dahsyatnya. Setelah itu aku menurunkan ciumanku ke arah leher Mbak
Sylvia, aku menciuminya dengan penuh nafsu, terus turun dan akhirnya
sampai di payudaranya. Aku menyedot puting payudaranya sementara tangan
kananku terus meremas payudara yang sebelahnya. "Ruddd... oohhh... terus
sayang... ooohhh enak sayang... ooohhh.." mulut Mbak Sylvia tidak
henti-hentinya merintih kenikmatan.
Setelah agak lama, tiba-tiba Mbak Sylvia mengangkat kepalaku sambil
berbisik lembut. "Rudd... masukin sekarang dong..." pintanya. Aku tahu
apa maksudnya, maka kudorong tubuhnya menempel ke tembok sementara kedua
tanganku meremas pantat Mbak Sylvia. Dan dengan hati-hati kuarahkan
kemaluanku ke liang senggamanya. Setelah terasa pas maka dengan
hati-hati aku mencoba memasukkan kemaluanku. Terasa agak seret, namun
setelah beberapa saat mencoba, kemaluanku mulai memasuki liang
kewanitaan Mbak Sylvia. Saat itu tubuh kami terasa sama-sama bergetar.
Nikmatnya sangat terasa di sekujur tubuh kami. "Oohh... Ruddd..." rintih
Mbak Sylvia. "Sylviaaa... oohh.. nikmat sekali sayaaang..." kali ini
aku tidak menyebutnya Mbak, karena memang saat itu aku tidak peduli lagi
dengan statusku sebagai calon adik iparnya.
Aku terus mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia yang
hangat dan lembut. Otot liang kewanitaannya terasa meremas kemaluanku.
Sementara kedua tanganku terus meremas pantat sintalnya sambil menarik
ke arahku seirama dengan keluar-masuknya kemaluanku. Saat itu aku baru
tahu, ternyata Mbak Sylvia sudah tidak perawan lagi, karena dia terlihat
begitu menikmati kemaluanku tanpa sedikitpun ada rasa sakit, padahal
kemaluanku telah menghujam sangat dalam.
"Ruddd... kita pindah ke tempat tidur aja ya... biar lebih enak..."
terdengar suara Mbak Sylvia memohon. "Ayo..." jawabku. Dan tanpa menyeka
air yang membasahi tubuh, kami berdua berjalan sambil tetap berpelukan
ke arah tempat tidur. Setelah sampai, Mbak Sylvia langsung berbaring
telungkup mempertontonkan pantatnya yang terlihat semakin menonjol
karena posisinya itu. Aku segera menindih tubuh Mbak Sylvia. Dan dari
arah pantatnya aku kembali memasukkan kemaluanku ke dalam liang
kewanitaannya yang telah basah oleh cairan kental. "Aaahhh..." desah
Mbak Sylvia saat kemaluanku kembali memasuki liang kewanitaannya. Aku
kembali mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia.
Pantatnya terasa lembut menyentuh pahaku. "Sylviaaa... nikmat sekali
sayanng..." aku tak kuasa menahan mulutku untuk menggambarkan kenikmatan
yang saat itu kurasakan.
Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian membalikkan badannya sehingga
kemaluanku tercabut dari liang kewanitaannya. Mbak Sylvia kemudian
mendorongku sehingga sekarang aku berada di bawahnya. Mbak Sylvia
menindihku sambil bibirnya kembali menciumiku dengan liarnya. Setelah
itu sambil menahan tubuh dengan tangannya, Mbak Sylvia memasukkan
kemaluanku ke dalam liang senggamanya dan tubuhnya terdiam saat
kemaluanku telah amblas semuanya. Mbak Sylvia seolah sedang meresapi
kenikmatan yang saat itu sedang dirasakannya. Aku kembali meremas
payudaranya yang menggantung indah di hadapanku.
Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian mulai menggerakkan tubuhnya
turun naik menekan kemaluanku, matanya terpejam dengan mulut yang
sedikit terbuka sambil tak henti-hentinya mendesah menambah nikmatnya
suasana saat itu. "Ooohhh... Rudiii..." berulang-ulang Mbak Sylvia
memanggil namaku. Sedangkan aku tetap meremas payudaranya sambil melihat
pemandangan indah yang terpampang di depan mata. Tubuh Mbak Sylvia
menggerinjal- gerinjal, meliuk-liuk seolah menari-nari di hadapanku.
Kemaluanku terasa semakin nikmat merasakan remasan liang kewanitaan dan
jepitan pahanya di atas pahaku.
Tiba-tiba tubuh Mbak Sylvia terdiam sejenak, matanya menatap penuh
gairah ke arahku, dan sesaat kemudian dengan liarnya Mbak Sylvia
memelukku dan tubuhnya menggerinjal- gerinjal dengan kuatnya, liang
kewanitaannya terasa semakin meremas-remas kemaluanku. Aku tahu, saat
ini Mbak Sylvia pasti sedang mencapai puncak kenikmatannya, maka dengan
sekuat tenaga aku meremas pantat Mbak Sylvia dan menekannya ke arah
kemaluanku, sehingga kemaluanku semakin dalam menghujam liang kewanitaan
Mbak Sylvia. "Rudiii... oohh..." desah Mbak Sylvia. Aku mengikuti irama
tubuhnya, sementara kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut dengan
hebatnya. "Ayo sayaaang..." aku membalas desahannya. Dan dengan sekuat
tenaga aku menekan kemaluanku ke liang kewanitaannya dan menyemprotlah
air spermaku di dalam liang kewanitaannya, sementara tubuh Mbak Sylvia
menegang dan pahanya meronta-ronta seolah liang kewanitaannya ingin
melumat kemaluanku. Perlahan-lahan tubuhnya mulai diam, sementara
kemaluanku tetap tertancap di dalam liang senggamanya.
"Rudiii... enak sekali sayaang..." dari mulutnya terdengar kembali suara desahan Mbak Sylvia.
"Iya sayang... Mbak juga enak sekali..." jawabku, ementara tanganku tetap mengelus-elus pantat Mbak sylvia yang lembut.
Mbak Sylvia kemudian turun dari tubuhku dan terlentang di sampingku, matanya terpejam.
"Rud... barusan dikeluarin di dalam ya," tanyanya dengan suara setengah berbisik.
"Iya Mbak..." jawabku pelan.
Mbak Sylvia terdiam. Kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan ke
kamar mandi. Aku hanya melihat saja, tidak tahu apa yang harus
kuperbuat. Aku baru tersadar, bagaimana kalau ternyata saat ini Mbak
Sylvia sedang dalam masa suburnya? Aku memang tahu kalau masa subur
wanita itu sekitar 14 hari sebelum masa haidnya, tapi hal itu kadang
bisa salah. Dan bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada Mbak Sylvia?
Aku kemudian mengikuti Mbak Sylvia yang kembali mengguyur tubuhnya di
bawah shower.
Aku menghampirinya, dan dengan hati-hati kembali kusentuh tubuhnya dan
menyabuni seluruh permukaan tubuhnya. Mbak Sylvia hanya diam saja,
matanya terpejam. Kami kemudian mandi bersama tanpa berkata-kata.
Setelah selesai aku terlebih dahulu keluar kamar mandi, dan berpakaian
kembali. Setelah itu Mbak Sylvia masuk sambil mengeringkan tubuhnya
dengan handuk. Aku melihat saja tanpa bisa berkata-kata, namun dalam
hati aku berkata, "Cantik sekali wanita ini, dan betapa indah tubuhnya."
Mbak Sylvia duduk di kursi depan cermin sambil memandangi bayangan
tubuhnya. Aku menghampirinya dan dengan lembut mencium lehernya. "Maapin
Rudi Mbak... Tadi Rudi nggak bisa nahan... abisnya Mbak enak sih.." aku
berbisik di belakang telinganya. Mbak Sylvia hanya tersenyum kecil,
cantik sekali. "Ya udah... mudah-mudahan Mbak nggak hamil... nanti mbak
beli obat KB aja," ujarnya lirih. "Iya... Mbak nggak akan hamil kok,"
kataku menenangkannya. Aku memandang matanya yang sayu di cermin. Sesaat
kami berpandangan. Kemudian aku mencium pipinya dan keluar meninggalkan
Mbak Sylvia sendirian di kamarnya. Kulihat saat itu telah jam 11 lebih.
Aku kembali menonton TV, sementara pikiranku terbang entah ke mana.
Setelah kejadian itu, setiap malam menjelang tidur bayangan indah dan
kenikmatan tubuh Mbak Sylvia senantiasa memenuhi pikiranku. Pikiranku
selalu dipenuhi khayalan bersetubuh dengan Mbak Sylvia. Tidak pernah
lagi aku membayangkan Maya saat akan tidur. Aku selalu ingat Mbak
Sylvia. Namun aku pun dipenuhi rasa takut yang sangat. Takut jika saja
Mbak Sylvia hamil olehku. Aku menjadi bingung sekali.
Itulah pengalamanku, setelah kejadian itu aku belum pernah kembali ke
rumah Maya. Kami paling hanya berhubungan lewat telepon atau kadang Maya
datang ke rumahku. Sementara dengan Mbak Sylvia aku belum bertemu lagi.
Aku tidak tahu apakah Mbak Sylvia hamil atau tidak. Dan aku takut untuk
menanyakan langsung kepadanya. Rencananya hari lebaran besok, keluarga
Maya mau datang ke rumahku, Mbak Sylvia pasti ikut. Aku tidak tahu harus
bertanya apa kepadanya. Aku takut. Dan ketika Hari Raya Lebaran itu
tiba, disaat saya mendatangi rumah Maya, saya sungguh terkejut sekali
ketika dalam suatu kesempatan ketika Maya sedang mandi, Mbak Sylvia
berbisik kepadaku, "Rudi, kapan kita mau main lagi?"
No comments:
Post a Comment