Perkenalanku dengan Mila (sebut saja begitu), seorang pramugari udara di
suatu perusahaan penerbangan nasional, terjadi dalam perjalanan panjang
dari Jakarta menuju Jayapura. Saat itu tengah malam, aku berusaha keras
untuk sekedar memejamkan mata, beristirahat sejenak menghilangkan
kantuk agar bisa melaksanakan tugas kantorku sesampainya di kota tujuan.
Kursi empuk berlapis kulit di kelas bisnis pesawat Boeing 737 itu,
tidak mampu memberikan kenyamanan yang kubutuhkan. Walau bagaimanapun,
kursi itu dirancang sebagai tempat duduk, bukan tempat untuk berbaring
dan tidur.
Baru akan terlelap, ketika kurasakan guncangan lembut di kursiku.
Seseorang duduk menghempaskan dirinya ke kursi kosong di sebelahku.
Dengan agak kesal, kubuka mataku dan berniat untuk menegurnya.
Pandanganku terpaku pada sesosok wajah cantik menarik, dengan matanya
yang walaupun terlihat mengantuk, tetap bening dan indah. Seulas senyum
terlihat di bibir mungil yang merah, yang kemudian berkata perlahan "...
Maafkan saya Bapak, karena telah mengganggu tidur Bapak ..."
Sambil tetap memandang dan mengagumi kecantikannya, aku berkata "... Ach, tidak apa-apa. Saya belum tidur koq ..."
Kami bersalaman, lalu kudengar ia menyebutkan namanya : "... Mila ..."
Hilang sudah kantukku. Terlebih lagi setelah kutahu bahwa Mila adalah
sosok wanita yang menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ia bercerita
tentang suka dukanya sebagai pramugari udara. Tangan dan jarinya yang
lentik seakan menari-nari di udara, mengekspresikan ceritanya. Sesekali
ia menyentuh tanganku, dan tidak sungkan untuk mencubitku bila kuganggu.
Diam-diam kupandangi dan kuperhatikan seluruh bagian tubuhnya.
Tingginya kuperkirakan sekitar 160 cm, langsing dan sangat proporsional.
Mila memiliki tungkai kaki yang indah sempurna. Kulitnya yang putih
kontras sekali dengan seragam warna birunya. Payudaranya tidak terlalu
besar, tetapi terlihat kencang menantang. Membayangkan dirinya telentang
telanjang di tempat tidur, membuat kemaluanku bangkit, membesar dan
keras. Pikiran kotorku melayang jauh.
Kebersamaan kami terganggu oleh suara Kapten Pilot yang memberitahukan
bahwa pesawat akan mendarat di Biak, untuk mengisi bahan bakar dan
pergantian awak kabin. Setelah bersalaman dan sedikit basa basi, Mila
menghilang di balik tirai. Aku melanjutkan istirahatku, sampai kemudian
dibangunkan oleh pramugari udara lain, yang menawarkan sarapan pagi.
Hari-hari selanjutnya di ibukota propinsi paling timur Indonesia itu,
disibukkan oleh tugasku sebagai Petugas Sosialisasi salah satu program
pemerintah. Sebagai "Utusan Pusat", aku sering diperlakukan seakan tamu
agung, yang perlu dihibur dan dipenuhi segala kebutuhannya. Aku
ditempatkan di hotel Y....., yang merupakan hotel terbaik di kota itu.
Beberapa tawaran untuk menyediakan "teman tidur" kutolak secara halus.
Aku takut tertular penyakit.
Waktu luang di luar tugas kuhabiskan dengan berjalan kaki keliling kota.
Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan dalam setiap perjalanan, untuk
lebih mengenal daerah baru. Kota Jayapura berada langsung di tepi laut
berair tenang. Pada malam hari, di sepanjang tepi pantai dapat ditemui
warung-warung yang menjual masakan laut, yang langsung digoreng atau
dibakar di tempat. Nikmat sekali. Disanalah biasanya kuhabiskan malamku.
Di sana pula pada suatu malam, aku kembali bertemu dengan Mila yang
sedang tidak bertugas, bersama dengan 2 teman seprofesi. Mila langsung
menawarkan untuk bergabung, begitu melihatku datang. Sungguh
menyenangkan berada di antara 3 gadis cantik, walau dapat kupastikan
bahwa kantongku akan terkuras untuk mentraktir mereka semua. Panggilan
?Bapak? sewaktu di pesawat, berubah menjadi "Mas" hingga membuat malam
itu semakin akrab dan hangat. Dari pembicaraan, kutahu bahwa mereka
bertiga menginap di hotel yang sama denganku. Selesai makan, kami
berpisah. Di luar dugaan, Mila ingin ikut denganku menikmati malam
sambil berjalan kaki. Satu permintaan yang sangat sulit ditolak. Kamipun
berjalan perlahan sambil saling bertukar cerita dan bercanda.
Angin pantai membuat Mila kedinginan. Kulepas jaketku, lalu kupasangkan
di bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberikan kehangatan
tambahan pada tubuhnya yang hanya dilapisi oleh T-Shirt tipis berwarna
merah. Mila tidak menghindar atau berusaha menolak, malah balas
merangkul pinggangku. Aku heran dengan gadis-gadis jaman sekarang.
Semakin mudah untuk menjadi sangat akrab, dan menganggap bahwa hubungan
antara wanita dan pria adalah biasa saja. Tidak ada lagi malu-malu atau
sungkan, walaupun masa perkenalan yang relatif singkat. Kami berjalan
bagaikan dua kekasih yang sedang bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung
rambutnya, dan sesekali kurasakan kepalanya menyandar di bahuku.
Birahiku terpicu, otak kotorku berpikir keras mencari akal untuk
membawanya ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras,
membuatku merasa tidak nyaman karena terjepit oleh ketatnya celana jeans
yang kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, memberi kesempatan
untuk menikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan.
Langkah demi langkah membawa kami memasuki lobby hotel. Kuajak Mila ke
Coffee Shop, untuk menikmati secangkir minuman hangat sambil menikmati
musik hidup. Aku memilih tempat agak di pojok, agar tidak terlalu
menarik perhatian orang. Kuperhatikan sekeliling, beberapa pasangan asik
berpelukan, sedangkan beberapa gadis berpenampilan seronok duduk
sendirian. Inilah mungkin yang disebutkan oleh kawan-kawanku sebagai
"Ayam Menado", sebelum aku berangkat beberapa hari lalu...
Tanganku tetap memeluknya, sementara Mila menyandarkan kepalanya di
dadaku. Kurasakan kakinya bergoyang perlahan mengikuti irama musik.
Wangi rambutnya membuatku ingin mencium kepalanya. Tapi, apakah ia akan
marah ? Apakah ia akan tersinggung ? Sejuta pertanyaan dan kekhawatiran
muncul dalam pikiranku. Sementara di sisi lain, otakku masih terus
berputar mencari akal untuk membawanya ke kamarku malam ini. Jantungku
berdebar keras, sementara kelaminku semakin besar dan keras. Musik dan
suasana romantis tempat itu tidak lagi menarik untukku. Bagaimana dan
bagaimana... pertanyaan itu yang terus menerus muncul.
Perlahan kucium ubun-ubun kepalanya, sambil berkata : "... Mila, sudah malam, kita bobo yuk ..."
Ia hanya mengangguk sambil berdiri. Setelah menyelesaikan pembayaran,
kami berjalan menuju lift. Tanganku masih merangkul bahunya, walaupun ia
tidak lagi memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju
lantai dimana kamarku berada. Aku sengaja tidak bertanya di lantai
berapa ia tinggal, dan iapun diam saja. Mila juga tidak berusaha untuk
menekan tombol lain. Dalam hati aku bertanya-tanya, jangan-jangan
kamarnya satu lantai dengan kamarku. Sambil menyender ke dinding lift,
kutarik ia dan kusandarkan membelakangiku. Kupeluk ia dari belakang,
sambil sesekali kucium rambut kepalanya. Jantungku berdetak semakin
cepat, sementara kelaminku semakin sakit terhimpit celana jeansku yang
cukup ketat. Mudah-mudahan pantatnya yang tepat menempel ke kelaminku
tidak merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Pikiranku masih
bertanya-tanya, mau...? tidak...? mau...? tidak...? sampai kemudian
pintu lift terbuka. Sambil terus berada dalam pelukanku, kubimbing dia
menuju kamarku. Tidak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan
yang berada dalam pikiranku menjerit senang. Malam ini akan terjadi
pergumulan birahi yang panas. Dalam hati aku berniat untuk memberikan
kepuasan yang tidak terbendung padanya, seperti yang biasa kuberikan
dalam petualangan-petualangan asmaraku, termasuk pada istriku
tercinta...
Begitu pintu terkunci, sambil tetap berdiri kupeluk dan kucium bibirnya
dengan lembut walaupun penuh nafsu. Mila membalasnya dengan tidak kalah
ganasnya. Lidah kami bertemu, saling berpagutan dan berkaitan.
Kutelusuri geligi dan langit-langit mulutnya dengan lidahku yang cukup
panjang, kasar dan hangat. Mila merintih lirih : "...Aaaccchhh..."
Tangan kananku perlahan mengusap dan menelusuri punggungnya yang masih
terbalut T-Shirt, sementara jacketku sudah lama terlempar jatuh. Dari
leher, perlahan turun ke bawah, ke arah pinggang mencari ujung kaos,
lalu kembali ke atas melalui sisi bagian dalam. Kurasakan kulit
punggungnya sangat halus dan mulus. "...Klik...", tanganku yang sudah
sangat terlatih berhasil melepas pengait BH-nya dengan sangat hati-hati.
Dengan kedua tangan, perlahan kutarik kaos itu ke atas sampai terlepas
sama sekali. Dengan perlahan dan hati-hati, kedua tanganku segera
bergerilya menelusuri kedua bahunya, pangkal lengannya, pindah ke
pinggang, perut, perlahan ke atas menuju payudaranya. Sementara itu,
kedua tangannya telah berhasil membuka Polo Shirt yang kukenakan.
Tanganku sudah hampir sampai ke payudaranya, ketika tiba-tiba ia
mendorongku perlahan.
"... Maaf Maz, Mila pipis dulu yha ..." katanya sambil berjalan
membelakangiku menuju kamar mandi. Kuperhatikan kulit punggungnya yang
putih dan mulus, nyaris tanpa cacat. Pinggul rampingnya yang masih
terbalut celana jeans, terlihat semakin indah dan merangsang. Tidak
sabar rasanya untuk segera melumat tubuhnya, membawanya mengawang tinggi
menuju tingkat kenikmatan yang tidak terkira...
Sementara menunggu, aku tersadar bahwa aku belum membersihkan diri.
Kebiasaan yang selalu kulakukan sebelum bercinta dengan wanita manapun.
Aku selalu menjaga kebersihan, dan berusaha untuk menggunakan
wangi-wangian beraroma lembut, yang kuyakini dapat meningkatkan gairah
wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air, yang menandakan Mila
juga sedang membersihkan dirinya. Ternyata Mila termasuk tipe wanita
yang kusukai, selalu membersihkan diri sebelum bercinta. Walau dalam
keadaan birahi tinggi, aku tetap merasa terganggu dengan bebauan yang
kurang sedap, dari kelamin wanita yang tidak bersih. Kubuka dompetku,
lalu kuambil karet pengaman merk terkenal yang selalu kubawa
kemanapun aku pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur, agar mudah mengambilnya pada saat dibutuhkan nanti...
Mila keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang hanya terbalut handuk.
Rupanya dia benar-benar mau dan bersedia bercinta denganku.
"...Sebentar sayang, sekarang giliranku untuk membersihkan diri..."
kataku sambil mencium keningnya lalu berjalan ke kamar mandi.
Sayup-sayup kudengar suara TV yang baru dihidupkan olehnya. Setelah
menggosok gigi dan berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan
kemaluanku dan sekitarnya dengan sabun.
Siraman air dingin tidak mampu mengurangi kekerasannya. Kemaluanku tetap mengacung gagah, besar dan berurat.
Mila sedang duduk di pinggi tempat tidur, saat aku keluar dari kamar
mandi, juga dengan hanya terbalut handuk. Kuhampiri dirinya, ia berdiri
lalu kami berciuman. Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik
milikku, membuatku semakin terangsang. Tangannya membuka belitan handuk
di pinggangku, membuat kemaluanku terbebas lepas, mengacung besar dan
keras. Perlahan tangannya menyentuh pusarku, perutku, lalu perlahan
turun ke bawah. Mila mengusap-usap rambut kemaluanku yang cukup lebat,
sebelum kemudian mengelus dan menggenggam lembut batang kebanggaanku
itu. Jemari tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat
sangat. Tanpa kusadari, akupun merintih perlahan "...Aaaccchhhh..."
Kulepas handuk yang melilit tubuhnya, kemudian perlahan tapi pasti kedua
tanganku merambat perlahan menuju kedua bukit kembarnya yang halus dan
putih. Setelah kutelusuri inci demi inci, kuremas lembut, dan kujepit
puting susunya dengan jari, lalu kupelintir sambil sesekali kutarik.
Kubuka mataku, menikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup
sementara bibirnya terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang.
Mila melepas ciumannya, kemudian perlahan menciumi tubuhku. Dari dagu,
leher terus ke dadaku, kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting
kecil di dadaku. Aku hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak
terkira. Dengan lidahnya yang hangat, ditelusurinya tubuhku perlahan
turun ke arah perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar aku
membayangkan kenikmatan apa yang akan kuterima selanjutnya. Perlahan,
diciumnya kepala kemaluanku yang memerah, kemudian dimasukkannya ke
mulutnya, sampai menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya.
"... Uuuhhhh.... hhhhh.... aaaaccchhhh... hhhhh...." Aku cuma sanggup
merintih nikmat. Perasaan nikmat dan mendesak kuat ingin keluar, kutahan
sebisanya. Aku hampir mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan itu
tidak boleh terjadi secepat ini. Harus kuhentikan !! Kupegang kepalanya,
kemudian kutarik tubuhnya perlahan.
"...Adddduuuhhh, nikmat sekali Mila, nikmat sekali..." kataku sambil
kemudian mencium bibirnya. Lidah kami berkait dan bertaut dengan ganas,
membuat nafasnya semakin memburu...
Sambil tetap berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan
tubuhnya, lalu kutindih ia dengan tubuhku. Kulepaskan ciumanku dari
bibirnya. Kucium keningnya, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua
telinganya bergantian. Nafasnya semakin memburu, sementara jari-jari
kedua tangannya meremas rambutku. Dengan lidah, kumulai penelusuran
tubuhnya melalui leher. Perlahan turun, menuju belahan dadanya, kemudian
naik ke puncak bukit indah miliknya. Kukitari puting susunya, sebelum
kukulum dan kuhisap dengan mulutku. Sementara itu, tangan kananku yang
bebas meremas dan mempermainkan puting susu sebelanya. Mila meracau
tidak jelas, sementara kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku....
"...Adddduuuuhhhh Maazzzz... Aaaaccc.... yhhaaaaa.... hhhhh....."
Puas bermain di payudaranya, kulanjutkan penelusuran semakin ke bawah,
menuju kemaluannya. Aku memposisikan tubuhku di antara kedua kakinya
yang terbuka. Kemaluannya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus
yang tidak terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan
warna kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap dan
kumainkan klitorisnya. Pinggangnya terangkat, membuat tubuhnya
melengkung. Perlahan, kuciumi kemaluannya yang wangi, kujulurkan
lidahku, lalu kumainkan klitorisnya. Aku sempat melihat kepala Mila yang
terlempar ke kiri dan ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya semakin
ganas meremas kepalaku.
"...Aaaawwwww.... Aaaaccchhh... yhaaaaa... yhaaa... yhaaa...
aaaccchhh... hhhh.... aaadddduuuhhhh.... tttterrrussss... terus !!
ach... ach... ach... Aaaaaaaaahhh..."
Kedua pahanya menjepit kuat kepalaku, kemudian tergeletak lemas. Kutahu
Mila telah mencapai puncak kenikmatannya. "... Itu baru yang pertama
sayang, rasakan dan nikmati yang selanjutnya ..." kataku dalam hati.
Tidak berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, kumasukkan
jari tengah tangan kananku ke dalam rongga kewanitaannya. Tidak ada yang
menghalangi, menandakan Mila sudah tidak perawan lagi. Tidak mengapa,
malah lebih baik pikirku. Aku jadi tidak memperpanjang dosaku memerawani
anak orang lagi...
Kusentuh seluruh dinding rongga yang halus dan hangat itu dengan ujung
jariku. Kadang kutekan sedikit keras, membuat nafsu birahinya kembali
bangkit. Dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas, kutekuk jariku
menyentuh dinding rongga bagian atas. Kulanjutkan penekanan di beberapa
tempat, sambil kuperhatikan reaksi tubuhnya.
"... Awww, aduh, Maz, maaf... rasanya ingin pipis lagi..." katanya tiba-tiba.
"...Sayang, tahan dan bernafaslah dengan teratur. Aku akan memberimu
kenikmatan yang lain. Relaks saja dan nikmati..." Kutekan-tekan jariku
berulang-ulang pada titik tersebut hingga menyerupai getaran.
Kepalanya kembali terlempar kekiri dan kekanan. Matanya terbelalak ke
atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian hitamnya. Tangannya telentang
pasrah, masih lelah dan lemas.
"... Aaaacchhh... Aaaaccchhhh... Aaaaccchhh..." erangannya semakin
keras. Perlahan kuposisikan kepalaku di depan kewanitaannya, kujulurkan
lidahku, kemudian kuelus, kumainkan dan kupelintir sambil sesekali
kumainkan klitorisnya. Mila teriak tidak tertahankan
"....AAAAAACCCCHHHH.... YYYHHHAAAA... YYYHHHAAAA.... Ampuuuunnnnn.... Aaaaccchhhhh...."
Tangannya kembali buas meremas kepalaku, sementara kedua pahanya kembali
menjepit kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat
tubuhnya melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga
kewanitaannya, sambil lidahku terus mengelus, memelintir dan
mempermainkan klitorisnya. Tiba-tiba Mila terduduk, dengan kasar
ditariknya kepalaku yang sedang asik bermain di kewanitaannya, lalu
digigitnya bibirku. Sakitnya cukup lumayan, tetapi kubiarkan saja.
Kutahu ia hampir mencapai puncak kenikmatannya yang kedua. Dengan
mengerang keras "....AAAAAACCCHHHHHHHH..."
Tubuhnya mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur
tempat tidur. Rongga kewanitaannya terasa mendenyut-denyut, menjepit
erat jari tengahku yang masih berada di dalam. Tidak lama kulihat
tubuhnya mulai melemas. Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur.
Aku berdiri menuju meja, menuangkan air putih dingin ke dalam gelas.
Kuteguk, kemudian kuberikan padanya setelah kembali kuisi penuh. Sambil
menatapku, kulihat matanya menyiratkan kepuasan yang amat sangat,
walaupun lelah. Aku paling senang melihat wajah wanita pasca orgasme,
terlihat semakin cantik.
Belum sempat gelas itu kuletakkan, masih dalam keadaan berdiri di sisi
tempat tidur, Mila menarik, mengelus kemudian mengulum batang kemaluanku
dengan rakus, membuatnya kembali membesar dan keras. Dengan lidahnya,
dijilatinya bagian bawah batangku itu, menimbulkan kenikmatan yang amat
sangat. Setelah aku meletakkan gelas, kudorong lalu kutindih tubuhnya.
Mulut kami kembali berciuman, sementara satu tangannya memainkan batang
kemaluanku. Tidak tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah
bantal, mencari-cari karet pengaman yang sudah kusiapkan tadi. Kurobek
bungkusnya, lalu kuberikan padanya. Di luar dugaan, dibuangnya benda
itu, sambil berbisik ke telingaku "...Maz, aku baru saja selesai Mens
dua hari lalu, jadi amaaannn..."
Bukan main, gadisku ini betul-betul tau apa yang terbaik.
Kubimbing kemaluanku dengan tangan, kugosok-gosokkan, kemudian secara
perlahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras dan
padat itu ke dalam rongga kewanitaannya yang lembut dan hangat. Kuku
jemarinya menancap keras di punggungku, dan kudengar rintihannya
"... Hhhhkkkkk.....hhhhh.... AAACCHHH.... hhhh...."
Kulihat alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat.
Kurasa ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang begitu besar,
panjang dan sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu
menguak masuk. Aku merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangku
belum masuk seluruhnya. Mila merintih"...Adddduuuuhhhh..." tapi aku
tidak peduli. Perlahan dan hati-hati kutekan dan kutekan terus sampai
masuk seluruhnya. Kudiamkan beberapa saat hingga Mila terbiasa, sebelum
kupompa keluar masuk. Kedua tanganku menopang tubuhku agar tidak
menindihnya terlalu keras, sementara pinggulku giat bergerak maju mundur
berulang-ulang. Mila merintih semakin keras "...Accchhhh.... yhhaaa...
yhaaa... yhaaa... hhhhh... Awwwww... hhhkkkk...."
Tubuhnya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan dan
goyangan pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal,
sementara matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda
ia sudah dapat menikmatinya. Sesekali kucium bibirnya yang terbuka
sedikit, memperlihatkan geliginya yang putih tersusun rapi, sunggung
menggairahkan. Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuhku, juga di
tubuhnya. Di belahan dada diantara kedua payudaranya yang bergoyang,
kulihat titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan yang seksi
dan menggairahkan.
Entah berapa lama dalam posisi itu, tiba-tiba aku ingin mencoba posisi
yang lain. Kutarik kedua kakinya dan kuletakkan di pundakku. Mila protes
"... Addduhhh Mazzzz, sssaakkiiittt..." Tidak terlalu kupedulikan,
kupompa terus keluar masuk, berputar, maju mundur, mulanya perlahan lalu
semakin cepat. Mila merintih menahan nikmat
"... Aaaachhhh.... Yhaaa... Yhaaa... Ttttteeerruuusssss... tterusss... ach... ach... ach... ach... AAAAACCCHHHHH..."
Kurasakan denyutan berulang-ulang dari rongga kewanitaannya. Mila sudah
sampai ke puncak kenikmatan. Aku berkonsentrasi merasakan sensasi
kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekan batang kemaluanku dengan rongga
kewanitaannya, kupompa semakin cepat... semakin cepat... semakin
cepat... dan dengan disertai erangan panjang "...AAAAACCCCHHHHHH...."
kutusukkan kemaluanku sedalam-dalamnya, kemudian kusemprotkan cairan
kenikmatan sebanyak-banyaknya. Akupun ambruk menimpa tubuhnya.... Mila
memelukku dengan erat.
Sambil kucium pipinya, aku berkata "... Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali ..."
Mila membuka matanya, mencium bibirku lama, dan balas berkata "...
Sama-sama Maz... enak sekali Mazzz... ampuuunnn, nikmat sekaliii, tapi
capek. Mila nggak kuat lagi...".
Malam itu kami tidur berpelukan sampai pagi. Kami melakukannya lagi di
kamar mandi, walau tidak seganas malam sebelumnya. Mila harus segera
berangkat menunaikan tugasnya sebagai Pramugari Udara, sementara aku
masih harus bertugas menjelaskan program pemerintah yang
kusosialisasikan. Kami berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi... Entah
kapan...
No comments:
Post a Comment