Naskah di bawah ini merupakan saduran dari kisah sebenarnya seorang ibu
rumah tangga, yang merupakan pengalaman dari para ibu rumah tangga yang
saya kumpulkan sejak tahun 1980 dalam satu buku berjudul "Benang Merah".
Malam itu aku bertengkar lagi dengan suamiku. Persoalannya sepele saja,
suamiku merasa tidak diperhatikan. Pasalnya ketika dia pulang dari
kantor, sore itu aku tidak menyediakan paganan apa-apa untuk teman minum
kopinya. Hal itu mulanya tidak begitu serius. Akan tetapi pada saat
akan makan malam, aku juga tidak memasak makanan kesenangannya. Nah,
itulah yang menjadi pemicu persoalan. Suamiku jadi agak uring-uringan.
Dia merasa telah membanting tulang seharian mencari nafkah untuk
keluarganya, akan tetapi untuk kepentingannya istrinya tidak
memperhatikan.
Sebenarnya dalam hatiku, aku merasa bersalah. Tetapi perasaan egoku
membuatku tidak mau mengakui kesalahan itu. Malahan aku melemparkan
kesalahan itu kepada suamiku. Hal ini membuat suamiku menjadi tambah
emosi dan akhirnya dia pindah tidur ke kamar lain. Aku juga tidak tahu
mengapa akhir-akhir ini aku agak segan melayani suamiku. Bukan dalam
masalah perut saja, akan tetapi juga dalam masalah yang terletak agak di
bawah perut. Dalam hubungan suami istri belakangan ini aku agak malas
untuk melakukan hubungan badan dengan suamiku. Hal ini kurasakan baru
belakangan-belakangan ini saja. Kupikir apakah mungkin disebabkan
belakangan ini suamiku selalu mengalami ejakulasi dini, sehingga begitu
selesai dia terus melingkar membelakangiku dan tidur dengan nyenyak
tanpa perduli apa-apa lagi, sedangkan aku masih belum merasakan apa-apa
dan harus terbaring dengan mata melotot dalam perasaan yang tidak
menentu.
Memang posisi suamiku sebenarnya cukup baik di tempat tugasnya. Suaminya
bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan dan sebagai orang kedua di
perusahaan itu. Tugas suamiku juga tidak terbatas. Sebagai orang yang
bertanggung jawab atas jalannya penambangan, maka suamiku praktis
bersiaga selama 24 jam. Kadang-kadang apabila ada kesulitan pada malam
hari, suamiku harus berangkat menyelesaikannya. Demikian juga karena
sifat tugasnya itu suamiku sering berpergian ke luar daerah. Oleh karena
itulah sebenarnya dapat dimaklumi apabila suaminya agak uring-uringan
malam itu disebabkan dia merasa tidak diperhatikan olehku sebagai
istrinya. Ditambah lagi kami tinggal dalam komplek perumahan
pertambangan dengan lingkungan yang masih terpencil dan jauh dari
keramaian apalagi pusat hiburan.
Rumah yang kami tempati memang sangat besar sekali, karena dibuat pada
zaman Belanda. Demikian juga pekarangan rumah itu sangat luas sekali
dengan pepohonan yang rimbun dan sangat tua umurnya. Karena di daerah
itu sekolah hanya sampai pada tingkat SMP saja, maka tiga orang anak
kami semuanya tinggal bersama neneknya di Jakarta, sehingga di rumah itu
praktis hanya aku dan suami saja yang tinggal besama 2 orang pembantu.
Aku dan suamiku menempati kamar di rumah induk dan para pembantu di
belakang. Sedangkan kamar lainnya di rumah induk yang diperuntukkan
anak-anakku terpaksa kosong dan terisi hanya apabila anak-anakku datang
berlibur. Apabila suamiku tidak ada di rumah maka praktis tinggal aku
dan kedua pembantu itu saja yang ada dalam rumah. Apalagi bila malam
hari ketika kedua pembantuku sudah tidur semua, maka tinggal aku sendiri
yang digelut sepi. Jadi tidak heran juga akhirnya kebosanan jualah yang
melanda diriku sehingga terbawa dalam sikapku sehari-hari dalam
melayani suami.
Pada saat suamiku pindah kamar sebenarnya aku ingin sekali meminta maaf
kepadanya, akan tetapi egoku timbul kembali, sehingga kubiarkan saja
suamiku keluar kamar. Kupikir tidak lama lagi suamiku akan berbaikan
karena aku hafal benar akan sifatnya. Dia tidak pernah marah sampai
berlarut-larut. Sebentar saja akan reda dan menemuiku kembali. Kalau
sudah begitu maka suamiku biasanya terus mencumbuku dan kami akan
terlibat dalam suatu hubungan suami-istri yang dahsyat. Oleh karena itu
pada saat aku akan tidur kubiarkan saja lampu kamarku menyala dan tidak
memasang lampu tidur. Selanjutnya aku mempersiapkan diri untuk menerima
suamiku dengan mengenakan baju tidur yang tipis dan longgar yang biasa
kukenakan apabila akan melakukan hubungan badan dengan suamiku. Selain
itu aku juga sengaja tidak mengenakan BH maupun celana dalam sama
sekali.
Kira-kira lewat tengah malam antara jam 12:30 ketika baru saja aku
terlelap tidur, aku merasakan secara samar-samar ada sesosok bayangan
yang masuk ke kamarku dan langsung mematikan lampu kamar tidurku
sehingga keadaan menjadi gelap gulita. Dalam keadaan antara sadar dan
tiada serta dalam suasana kamar yang telah menjadi gelap gulita aku
berpikir suamiku kini sudah reda marahnya dan mengajak berbaikan seperti
kebiasaannya dengan melakukan hubungan intim suami istri. Oleh karena
itu secara refleks aku pun segera merenggangkan kedua belah pahaku
lebar-lebar dan memasrahkan tubuhku untuk digauli sebagaimana lazimnya.
Saat kami mulai melakukan hubungan badan, kurasakan alat kejantanan
suamiku agak lain dari biasanya. Aku merasa alat kejantanan suamiku agak
besar dan keras sekali dari biasanya. Sehingga aku benar-benar
terhanyut dalam kenikmatan birahi yang amat hebat malam itu. Selain itu
selama kami melakukan hubungan badan, kudapati suamiku juga agak
istimewa. Suamiku malam itu sangat perkasa dan hebat sekali sampai aku
terpaksa mengalami orgasme berkali-kali. Dan yang terlebih hebat lagi
sampai akhir hubungan itu suamiku tidak mengalami orgasme sama sekali.
Akibat aku mengalami orgasme berkali-kali membuat tubuhku akhirnya
kehilangan tenaga dan langsung tertidur dengan nyenyak dalam suatu
kepuasan yang belum pernah kualami.
Aku terbangun keesokan harinya ketika matahari sudah mulai terang.
Kudapati suamiku sudah bangun terlebih dahulu dan telah berada di kamar
makan. Buru-buru aku keluar kamar untuk menemaninya makan pagi sebelum
dia berangkat ke kantor.
"Wah Papah hebat benar semalam... pakai obat ya?" kataku berbisik kepadanya sambil tersipu-sipu.
Mendengar bisikanku itu suamiku agak tersentak. Kemudian dia berbalik bertanya, "Hebat apa maksud Mamah!?"
"Itu... tu.. semalam Papah benar-benar hebat sekali deh, sampai Mamah
kewalahan dan tidak tahan lagi rasanya... jadi pakai obat apa sih Pah?
Karena selama ini belum pernah Mamah merasakan "itu" Papah sedemikian
keras dan besar sekali, lagi pula... tahan lama, Mamah sampai kewalahan
semalam... tapi jadi benar-benar puas!" kataku dengan tetap
tersipu-sipu.
Mendengar ucapanku itu suamiku menjadi lebih terbengong dengan mulut yang agak ternganga dan alisnya pun berkerenyit.
"Ah, Mamah mimpi barangkali... aku semalam ketiduran di kamar sebelah
dan baru terbangun pagi subuh tadi. Memang mulanya aku bermaksud pindah
lagi ke kamar kita, tapi entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat
mengantuk sekali, mataku berat sehingga aku jadi ketiduran tanpa ampun",
jawab suamiku.
Mendengar jawaban suamiku itu kini aku yang berbalik menjadi terbengong.
Aku berpikir apakah aku telah bermimpi? Tetapi mengapa mimpiku itu
begitu sangat terasa seperti nyata? Mengapa aku merasakan kepuasan
seksual yang begitu hebat apabila semua itu hanya mimpi? Kalau aku tidak
bermimpi jadi siapakah yang telah menyetubuhi diriku semalam?
Mudah-mudahan saja benar ucapan suamiku tadi, bahwa aku semalam memang
bermimpi. Hal itu memang sangat boleh jadi, karena dalam mimpiku itu aku
tidak merasakan suamiku mengalami orgasme dan pada alat kewanitaanku
juga tidak terdapat bekas-bekas sperma laki-laki.
Pada mula aku tidak begitu peduli akan kejadian itu dan telah melupakan
mimpiku itu. Akan tetapi setelah beberapa minggu kemudian dan kebetulan
pula harinya bertepatan dengan hari dimana aku bermimpi untuk pertama
kalinya, yaitu pada hari Rabu, malam Kamis, aku kembali bermimpi
melakukan hubungan persetubuhan dengan seseorang. Pada saat itu
kebetulan suamiku tidak ada di rumah karena sedang berpergian ke luar
daerah. Oleh karena itu aku tidur sendirian saja di kamarku. Setelah
beberapa saat aku tertidur, tiba-tiba aku kembali merasa ada sesosok
tubuh berada di dekatku. Ketika aku akan bangun tiba-tiba aku seperti
mendapat semacam bisikan bahwa sosok tubuh itu tidak lain adalah suamiku
yang sekarang yang ingin melepaskan hasratnya kepadaku sebagai
istrinya. Bagaikan terkena oleh suatu kekuatan hipnotis yang besar aku
tidak jadi terbangun dan menuruti bisikan untuk melayaninya dalam suatu
hubungan suami-istri yang sempurna. Aku merasakan kembali suamiku begitu
hebat. Terutama alat kejantanannya terasa begitu nikmat dan
menggairahkan sekali ketika berada dalam liang senggamaku. Aku merasakan
alat kejantanan suamiku itu begitu besar dan keras sekali.
Dalam hubungan tersebut aku benar-benar merasakan suatu kenikmatan
seksual yang sangat besar sebagaimana yang pernah kualami dalam mimpiku
yang pertama beberapa waktu yang lalu, sehingga aku rasanya seperti kuda
binal meronta-ronta ke sana ke mari dan berteriak-teriak kecil
merasakan kenikmatan birahi yang sangat hebat. Dalam keadaan seperti itu
tiba-tiba sekilas terlintas kesadaranku dalam diriku.
Tiba-tiba aku teringat bahwa suamiku sedang tidak berada di tempat,
sehingga siapakah yang sedang menyetubuhi diriku ini. Dengan suatu
kekuatan dalam diriku, kupaksakan mataku membuka untuk meyakinkan apakah
aku bermimpi atau bukan. Kali ini lampu tidurku kebetulan tidak
dipadamkan sehingga ketika aku membuka mata aku dapat melihat secara
samar-samar dalam cahaya lampu tidur yang temaram sesosok tubuh seperti
bayang-bayang berada di atas perutku dalam posisi duduk sedang asyik
menyetubuhi diriku. Mulanya memang aku merasa terkejut dan agak heran
sekali. Aku berpikir apakah semua ini juga merupakan bagian dari mimpi
lainnya. Akan tetapi anehnya kesadaranku tiba-tiba hilang begitu saja,
kemudian aku kembali terhanyut oleh perasaan birahi yang meluap-luap
sehingga aku pun dengan sangat bernafsu sekali terus melayani sosok
bayangan tersebut dalam suatu hubungan suami-istri yang sangat hebat.
Malam itu kembali aku merasakan suatu kepuasan yang sangat luar biasa
pada akhir hubungan suami-istri tersebut. Aku kembali mengalami orgasme
berkali-kali yang membuat diriku menjadi lelah sekali dan akhirnya aku
terlelap tidur dengan sangat nyenyak sekali.
Keesokan harinya ketika aku terbangun aku jadi kembali berpikir-pikir,
mengapa aku mengalami mimpi seperti itu lagi? Apakah hal itu merupakan
bayang-bayang imajinasiku karena pada saat itu kebetulan aku baru saja
beberapa hari selesai haid dimana dalam periode tersebut biasanya aku
mengalami masa birahi yang memuncak? Akan tetapi mengapa aku mempunyai
bayangan imajinasi semacam itu? Atau apakah karena aku selama ini aku
kurang mendapat kepuasan dari suamiku sehingga hal itu merupakan
refleksi dari alam bawah sadarku terhadap ketidakpuasan seksualku
terhadap suamiku itu sehingga muncul sebagai suatu mimpi? Atau pula
mungkin disebabkan oleh faktor lain.
Untuk alasan yang pertama aku kurang yakin karena periode haidku secara
rutin datang setiap bulan, jadi mengapa baru sekarang tercipta dalam
mimpi. Untuk alasan yang kedua kemungkinannya bisa saja terjadi, karena
terus terang aku pernah menyeleweng sekali bersama temanku yang
sebenarnya juga adalah teman suamiku. Peristiwa itu terjadi sudah agak
lama sekali dan aku juga telah melupakannya. Penyelewenganku itu terjadi
ketika aku sedang berada di Jakarta sendirian menengok anak-anakku.
Pada saat itu memang hatiku sedang kacau dan perasaanku tidak menentu.
Keberangkatanku ke Jakarta sebenarnya juga atas saran suamiku karena
beberapa waktu sebelumnya kami sering bertengkar yang disebabkan hanya
karena persoalan kecil saja. Suamiku rupanya menyadari bahwa perilakuku
yang kadang-kadang suka keras kepala dan marah-marah kepadanya sebagai
suatu akibat dari kehidupan di lingkungan kami yang sangat datar dan
jauh dari keramaian. Oleh karena itulah suamiku menyarankan kepadaku
agar menukar suasana sebentar dan pergi ke Jakarta sambil menengok
anak-anak.
Di Jakarta aku bertemu dengan temanku. Dia memang sering datang ke rumah
menemui suamiku pada saat aku masih tinggal di Jakarta. Kebetulan
istrinya juga adalah teman kuliah suamiku dan dia sendiri memang teman
baik suamiku. Sehingga kami mengenal dengan baik seluruh keluarganya.
Pada saat itu dia mengantarkan aku belanja ke sebuah Toserba. Selesai
kami berbelanja, dia mengajakku makan malam di kawasan pantai Ancol.
Karena memang kami sudah berkenalan lama dan suamiku juga mengizinkan
bila aku pergi bersamanya, maka kupenuhi ajakan temanku itu. Ketika kami
makan, temanku banyak bercerita tentang dirinya. Dia bercerita bahwa
dia seorang yang perkasa dan menyukai serta disukai banyak wanita. Akan
tetapi wanitanya itu katanya bukan sembarang wanita. Dia tertarik kalau
wanita itu benar-benar istimewa, baik dalam penampilan maupun bentuk
tubuhnya. Dia mengatakan bahwa aku juga merupakan salah satu wanita yang
dianggap sangat istimewa olehnya. Aku jadi terlambung dan terkesan
sekali akan ceritanya. Malahan aku sempat bertanya bagaimana caranya
agar seorang laki-laki itu menjadi seorang yang perkasa. Akan tetapi
masalahnya rupanya tidak sampai disitu saja. Ketika kami selesai makan
malam dalam perjalanan pulang, entah bagaimana mulainya, dia tiba-tiba
membelokkan mobilnya masuk ke dalam sebuah motel yang ada di sekitar
situ dan membisikkan kepadaku bahwa sebentar lagi aku akan mengetahui
jawaban akan keperkasaan seorang laki-laki.
Selanjutnya aku juga tidak tahu mengapa aku tidak menolak diajak ke
situ. Kupikir hal itu mungkin disebabkan pikiranku sedang kacau dan aku
tergoda untuk mendapatkan kenikmatan badani bersamanya yang mana jarang
kuperoleh dari suamiku. Sehingga ketika kami sudah dalam kamar kubiarkan
saja tubuhku ditelanjangi habis-habisan dan kami pun bersama-sama
berpolos bugil menikmati keindahan tubuh masing-masing. Kelanjutan dari
adegan itu sudah dapat dimaklumi kiranya, akhirnya aku dan dia bercumbu
habis-habisan di tempat tidur bagaikan sepasang suami istri yang sedang
berbulan madu. Semua tehnik dan gaya permainan persetubuhan di tempat
tidur kami lakukan bagaikan dalam adegan sebuah film biru. Bahkan dengan
tidak segan-segannya kami juga melakukan oral seks dalam menggali
kenikmatan tubuh masing-masing. Sehingga seluruh tubuhku sudah tidak ada
lagi yang tersisa yang tidak pernah dinikmatinya.
Namun hubungan kami hanya untuk sekali itu saja karena setelah itu aku
merasa sangat malu sekali apabila bertemu dengannya. Di samping itu
memang kesempatan aku bertemu berduaan seperti itu tidak pernah ada
lagi. Selain itu aku juga berpikir kenikmatan yang kuperoleh dengannya
sebenarnya biasa-biasa saja. Dia juga tidak lebih hebat dari suamiku.
Dia juga tidak dapat tahan terlalu lama ketika tubuh kami bersatu dan
telah menumpahkan spermanya dalam rahimku secara bertubi-tubi ketika aku
masih dalam birahi. Demikian pula ukuran dan bentuk alat kejantanannya,
kurasakan juga tidak lebih istimewa bahkan tidak jauh berbeda dengan
alat kejantanan suamiku, yang membedakannya hanyalah alat kejantanannya
itu merupakan alat kejantanan kepunyaan laki-laki lain dan suami wanita
lain. Semenjak hubungan itu aku menghindarkan diri darinya dan aku
merasa kapok berzina dengan dia, akan tetapi yang paling utama
sebenarnya adalah aku takut berdosa
No comments:
Post a Comment